Religi  

Menelusuri Sejarah dan Asal-Usul Nama Loksado

DAYAT, Loksado-Kandangan

APA yang terbesit di benak anda ketika mendengar kata “Loksado”? Bagi orang yang pernah atau sering ke sana mungkin akan banyak menjawab air terjunnya yang eksotis, kentalnya kearifan lokal suku Dayaknya, pengalaman menaiki bambu rafting di sungai Amandit yang berkesan adventure sekali, atau keindahan alamnya yang sangat asri. Akan tetapi adakah yang menjawab sesuai arti nama Loksado itu sendiri?

Sebuah wilayah yang ada di Kabupaten Hulu Sungai Selatan (HSS), Kalimantan Selatan, yang resmi berdiri sebagai kecamatan pada 1 Oktober 1980 silam itu ternyata menyimpan sejarah menarik mengenai asal-usul pemilihan nama wilayahnnya.

Versi pertama – yang banyak diceritakan orang-orang –, asal-usul nama Loksado diambil dari dua kata, yakni Lok dan Sado. Lok berarti teluk, dan Sado maksudnya adalah binatang sadu atau gubang (binatang sigung, red), mamalia yang memiliki nama ilmiah Mephitidae.

Sedangkan versi kedua, berdasarkan dari cerita seorang narasumber hidup, Arifin Imin, nama Loksado sebelumnya adalah Loksidi, yang diambil dari bahasa asli Dayak Meratus, yakni Luluk dan Sidi, yang artinya benar-benar becek.

Asal-usul penamaan tersebut karena pada waktu membangun kampung Loksado dahulu bertepatan dengan banjir bandang di Hulu Banyu, sebuah wilayah yang merupakan cikal bakalnya Loksado saat ini.

Mengenai sejarah singkat kampung Loksado sendiri, menurut Arifin Ilham, dahulu kala, sebelum ada kampung Loksado, masyarakat Dayak di pegunungan Meratus hanya tinggal di balai-balai adat.

Kemudian pada tahun 1941, berdasarkan hasil kesepakatan dari beberapa pangerak, tokoh adat dan para sesepuh balai, yang kala itu dipelopori Tumenggung Maradiah, seorang kepala kampung yang menguasai kampung Bayumbung hingga kampung Kadayang, memutuskan untuk mendirikan sebuah kampung di sekitar jalan menuju Desa Haratai yang diberi nama kampung Kalampayan.

Kampung tersebut berada sekitar dua kilometer dari Loksado saat ini ke arah Desa Haratai.

Nama kampung Kalampayan tersebut diberikan atas usulan dari seorang tokoh Islam asal Loklua, H Barak.

Di rentang tahun 1945-1946, saat transisi kolonialisme dari Belanda ke Jepang, yang pada saat itu sudah sampai ke wilayah pegunungan Meratus, dibangunlah sekolah oleh tentara Jepang dengan gurunya yang juga berasal dari Jepang.

Para muridnya di masa itu diajarkan baca tulis, berhitung, bahasa jepang, hingga baris-berbaris.

Beberapa tahun kemudian, yakni antara 1955-1956, penjajahan tentara Jepang di wilayah pegunungan Meratus diakhiri oleh pemberontakan yang dipipimpin Ibnu Hadjar.

Di tahun 1957, Tumenggung Maradiah kembali mengajak tokoh-tokoh balai membangun sebuah kampung untuk tempat tinggal dan membangun sebuah rumah untuk kantor kepala kampung di daerah Hulu Banyu, yang kemudian dalam perkembangannya menjadi Loksado seperti saat ini.

Secara resmi, penetapan nama Loksado sebagai nama desa sekaligus nama kecamatan dimulai sejak tahun 1980 oleh Pelayan Misi, yang mulai masuk Loksado melalui Lembaga Pelayanan Kristen Indonesia (LEPKI).

Oleh karenanya, pada tanggal 1 Oktober 1980 ditetapkan sebagai tanggal lahir berdirinya Kecamatan Loksado.

Sejarah singkat dan asal-usul penamaan Loksado ini telah terkonfirmasi dari Camat Loksado, Sar Ipansyah, melalui sambutannya yang disampaikan pada acara perayaan Hari Jadi ke 38 Kecamatan Loksado, yang baru dilaksanakan di halaman SDN Loksado, Rabu (9/1/2019) kemarin. (mj-025/dny)