Melihat Pengrajin Jengkol di Desa Pingaran (1); Menjadi Usaha Turun Temurun

Melihat pengrajin makanan khas Banjar, jengkol di Desa Pingaran, Kecamatan Astambul, Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan. Jengkol dalam bahasa Banjar disebut buah Jaring. Makanan ini menjadi salah satu makanan khas Banjar dengan bahan dasar buah jengkol. Pengrajin atau pengolah makanan jengkol menjadi UMKM yang dilakukan masyarakat Desa Pingaran, Kecamatan Astambul, Kabupaten Banjar secara turun temurun. Reporter koranbanjar.net akan mengajak Anda untuk menyimak proses pembuatan makanan jengkol hingga disukai masyarakat.  

Denny Setiawan, Astambul

JENGKOL adalah buah yang diolah masyarakat Desa Pingaran, Kecamatan Astambul, Kabupaten Banjar, untuk menjadi makanan khas Banjar. Sebelum dapat dikonsumsi dengan aman dan nyaman, ternyata proses pembuatan makanan ini cukup lama.

Buah jengkol didistribusikan oleh petani dari Kota Baru, Tanah Laut, Kalimantan Selatan dan Kuala Kapuas, Kalimantan Tengah. Tak heran, bahan dasar buah jengkol ini diperoleh pengrajin justru dari luar Kabupaten Banjar. Padahal sebagian besar masyarakat Desa Pingaran justru berprofesi sebagai pengrajin makanan khas jengkol.

“Buah jengkol kami beli atau dikirim oleh distributor dari Kapuas, Tanah Laut dan Kotabaru. Jadi tidak ada yang dari Kabupaten Banjar,” ungkap Pengrajin Makanan Khas Banjar, Jengkol, Suryani dari Desa Pingaran Ilir RT 6 / RW 3, Kecamatan Astambul, Kabupaten Banjar.

Proses Pengolahan

Setelah diterima, buah jengkol direndam terlebih dulu selama 1 malam, kemudian dikupas satu persatu dan dibelah menjadi dua bagian. Usai direndam, proses berikutnya buah jengkol direbus sekitar 3 jam, lalu dicuci dengan menggunakan air tawar biasa. Tidak selesai sampai di situ, setelah dicuci untuk yang kedua kali, jengkol kembali direbus untuk yang kedua kali selama kurang lebih 3 jam lagi.

“Usai direbus untuk yang kedua kalinya, barulah jengkol dicuci lagi untuk yang kedua kali. Setelah direbus dua kali, kemudian dicuci dua kali, berulah prosesnya selesai. Sehingga total waktu proses merebus sekitar enam jam,” jelas Suryani.

Dia menambahkan, usaha atau menjadi pengrajin jengkol ini dilakukan masyarakat setempat secara turun temurun. Bahkan dirinya mengerjakan sejak tahun 80-an.

Makanan jengkol dikonsumsi bersamaan dengan lala-an (bahasa Banjar, red) atau nyiur yang digoreng disertai gula pasir. Setelah jengkol selesai direbus, kemudian lala-an selesai dibuat, barulah jengkol dapat dinikmati bersama lala-an dengan lezat. Namun sayangnya, hasil makanan khas Banjar ini dipasarkan hanya menggunakan pasar tradisional atau konvensional. Dan belum dikemas secara modern untuk dijual ke pasar-pasar moder seperti mini market.

Modal Usaha dan Penjualan

Menyinggung soal modal usaha dalam pengolahan makanan khas Banjar ini, Suryani menjelaskan, pembuatan membutuhkan modal usaha sekitar Rp1 juta dengan jumlah buah jengkol sebanyak 30 kilogram. “Jaring (jengkol, red) yang sudah diolah bisa dijual seharga Rp110 ribu per kilogram. Sedangkan modalnya Rp100 ribu. Jadi kalau modal Rp1 juta itu bisa menghasilkan untung sebesar Rp100.000,” ungkapnya.(*)

BACA JUGA