MARTAPURA – Panti Sosial Bina Netra yang berdiri selama 57 tahun atau sejak tahun 1961 dengan nama Penyantunan Anak Tuna Netra, membimbing para penyandang tuna netra (Difabel, red).
Di Panti Sosial ini diajarkan pijat penyembuhan, serta kerajinan berupa anyaman, kemoceng, sapu dari rotan, serta keset dari batok kelapa. “Di sini kami menerima anak-anak hingga yang berusia dewasa,” tutur Kasi TU, Drs. Islamet
Jika yang masuk ke panti berusia 7 sampai 15 tahun, maka akan masuk sebagai siswa SLB, sama seperti anak pada umumnya, SD, SMP dan juga SLTA/SMA. Jika 15 ke atas, maka akan dimasukkan ke program bimbingan, dengan jangka waktu sesuai tahapan, seperti bimbingan akan memakan waktu 1 tahun, persiapan spot 2 tahun, dan shi-atsu (penyembuhan dalam bentuk pijat, yang berasal dari jepang, red) 1 tahun setengah.
“Panti Sosial Bina Netra juga mengajarkan cara membuat kerajinan tangan. Menariknya, dua tenaga pengajar mengalami kekurangan yang sama dengan para siswa. Seperti Aking (50) yang berperan sebagai pengajar kerajinan keset dari bahan sabut kelapa,” ujar Aking kepada wartawan koranbanjar.net.
Dia mengalami kebutaan sejat menginjak usia 4 bulan, karena dia menderita sakit panas yang mengakibatkan kebutaan kepada dua bola matanya.
“Untuk mengajari anak yang berketerbatasan tidaklah begitu sulit, semua orang pasti bisa, semua orang pasti mampu, cuma harus sabar kepada mereka,” ujarnya.
Panti Sosial Bina Netra tidak hanya mengajarkan pijat dan keterampilan tangan seperti yang dibayangkan masyarakat, tetapi di sana juga mengajarkan komputer dan juga berbagai macam kesenian.
Banyak anak yang berprestasi, namun mereka difabel, seperti Ahmad (27) yang berdarah Kandangan. Dia bisa memainkan berbagai macam alat musik dari khas Kalimantan hingga dari Tanah Jawa.
Ekstakulikuler yang ada di panti bermacam-macam, di antaranya ada band, musik panting, dan catur. Banyak anak dari sana yang meraih juara, terutama di bidang olahraga catur.
“Catur untuk orang netra memang sedikit unik dan berbeda, warna petak hitam sedikit tinggi dari pada petak putih, dan setiap petak memiliki lubang untuk menancapkan biji agar tidak terjatuh, terutama saat meraba,” ujar Islamet.(sen)