Tak Berkategori  

Kisah Mengharukan Nenek Asmah; Memungut Padi Sisa Kebakaran

Pasca rumah beserta isinya habis diamuk si jago merah, nenek Asmah terlihat sibuk memunguti padi yang berceceran. Padi terhambur setelah karung yang membungkusnya meleleh terkena panas.

Muhammad Hidayat, Kandangan

Sambil menciduk padi yang masih bagus menggunakan piring untuk dimasukkan ke karung, Asmah yang berusia 60 tahunan itu hanya bisa pasrah meski terlihat sedikit murung.

Terlihat pula ia dibantu seorang anak laki-lakinya, yang sengaja pulang dari merantau di ibukota, anaknya datang karena mendengar musibah yang dialami sang ibu.

Malam sebelumnya, pada Selasa (16/7/2019) sekitar pukul 22.00 wita warga Kampung Gambir Desa Amawang Kiri RT 4, Kecamatan Kandangan digegerkan oleh api yang menghanguskan empat rumah beserta isinya. Termasuk rumah milik nenek Asmah.

Semua barang berharga dan peralatan rumah habis terbakar tak terselamatkan. Rumah yang didiaminya bersama suami, seorang anak perempuan dan cucu berusia delapan bulan pun hanya tersisa puing dan bara sisa amukan api.

Beruntung, sekitar sepuluh karung padi selamat dari kobaran api, karena kebetulan diletakkan di teras depan rumah.

Padi tersebut, semuanya padi ketan atau dalam bahasa banjar disebut lakatan jenis siam anjir.

Asmah mengatakan, padi itu baru dipanen,  sehingga belum sempat menikmati maupun menjualnya. Meletakkan di teras depan lantaran akan dijemur pada siang hari.

“Baru saja dirontok dan belum dibersihkan dari sisa jerami, tapi rencananya akan dijemur dahulu,” ucapnya sambil membuka karung yang akan diisi padi.

Terlebih lagi, proses dari penanaman hingga panen ia mengaku telah banyak mengeluarkan biaya. Ia menngatakan tidak menghitung berapa pengeluaran. “Mulai dari mambilupah menanam, mangatam hingga marontok (diupahkan menanam, memanen sampai merontokkan dari jerami, red),” paparnya.

Ia melanjutkan, menanam di lahan yang lumayan jauh dari rumahnya, dengan lahan sekitar sepuluh burongan atau 0,28 hektar. Burongan adalah satuan tradisional yang digunakan masyarakat Banjar.

Ironisnya, lahan tempat menanam bukan milik sendiri, masyarakat banjar menyebutnya ‘mangaduaani’, yaitu sistem kerjasama pemilik tanah akan meminjamkan tanah untuk digunakan usaha, kemudian hasilnya akan dibagi tergantung kesepakatan.

Asmah mengaku masih bingung harus bicara bagaimana pada tuan tanah jika hasilnya banyak menyusut. Ia bersyukur penyusutan tidak banyak, bahkan tidak sampai separuh.

Selain itu, ia juga patut bersyukur, sebab warung teh miliknya yang tepat di halaman rumah nya selamat dari kebakaran.

Selain itu terlihat bantuan tanggap darurat dari pemerintah daerah sudah mengalir, terlebih bantuan dari berbagai kalangan termasuk dari desa.

Saat kejadian, ia mengisahkan pukul 22.00 wita sudah berada di kamar tidur yang berada di loteng.

“Jam itu cucu sudah tidur, saya naik ke lantai atas, saat sudah hampir tertidur nyenyak tiba-tiba mendengar teriakan minta tolong, dikira orang berkelahi, ternyata di sebelah rumah terbakar,” ungkapnya.

Api diduga kuat berasal dari rumah keluarga Edo yang tepat di samping rumahnya nya. Perrtama api menjalar ke rumah samping kiri, kemudian menjalar ke samping kanan yang merupakan rumah Asmah.

“Saya lari begitu kencang keluar rumah menuju tempat belakang langgar, tapi di situ pun masih terasa panas,” ujarnya, lokasi kejadian berada di seberang langgar Nurul Iman.

Malam itu kebetulan angin berhembus kencang sehingga dengan cepatnya api menjalar. Pemadam kebakaran sempat datang namun hanya bisa menyelamatkan rumah lain yang belum terbakar.

Rumah disekitar itu sangat rapat bahkan hampir berimpitan, sehingga juga membuat resiko api menjalar sangat besar.

Dugaan sementara kebakaran disebabkan percikan api dari dapur tradisional menggunakan kayu bakar. “Memang di sini rata-rata masyarakat masih menggunakan kayu bakar,” pungkasnya. (dra)