Tak Berkategori  

Kisah Kegigihan Penjual Es Lintas Kabupaten Di Meratus

Sungguh gigih, pria asal Angkinang Kabupaten Hulu Sungai Selatan (HSS) ini. Wahyudin salah seorang contoh pedagang lintas kabupaten dengan pangsa pasar pegunungan Meratus, jalur ekstrim nan jauh dilaluinya demi mengais rezeki.

Muhammad Hidayat, Loksado

Mungkin ada saja tiap harinya pedagang keliling ke pedalaman-pedalaman Meratus, mulai dari sayur, ikan, es krim, dan lainnya. Hal itu membuat masyarakat tidak harus ke luar jika ingin berbelanja kebutuhan. Wahyudin salah satunya, ia berdagang es lilin warna-warni keliling ke hutan Meratus.

Jarak yang ditempuh pria 40 tahunan itu tidak main-main, dari rumahnya kampung Sungai Batung Desa Bakarung HSS, menuju Desa Ulang Kecamatan Loksado mencapai 40 kilometeran lebih, dengan trek pegunungan beraspal.

Lalu ia menyisir kampung-kampung di hutan Meratus, menempuh jalanan semen, jalanan setapak berbatu hingga tanah licin. Rute perjalanannya di Meratus biasanya dari Desa Ulang menuju kampung atau Dusun Wariung, lalu menuju Dusun Bangkaung.

Di sebelah Dusun Bangkaung, tepat berbatasan dengan teritorial Kabupaten Hulu Sungai Tengah (HST), ia juga menjajakan es di wilayah tersebut.

Di sana ia menanjak jalanan setapak menuju dusun Kumuh 2, sambil membunyikan klakson yang bunyinya ngik-nguk-ngik-nguk, anak-anak datang mengerubungi. Tidak sedikit orang dewasa juga membeli es seharga seribu rupiah itu.

Kisah Kegigihan Penjual Es Lintas Kabupaten Di Meratus

Motor honda kharisma 2005 miliknya masih standar semuanya, termasuk ban dan shoknya tetapi masih sanggup menjelajah hutan nan ekstrim, bahkan ditambah muatan kotak es yang dipasang di jok bagian belakang.

“Alhamdulillah sampai saat ini aman saja tidak sampai kerusakan atau kehabisan bensin di hutan,” ucapnya mengenai kondisi kendaraan setiap berjualan.

Setelah habis pembeli di sana, ia kembali ke jalur awal. Sedikit turun dari dusun Kumuh 2 ada pertigaan ia berbelok menuju dusun Kumuh 1. Kembali ia mengharap anak-anak Meratus, membeli es yang dibuatnya sendiri di rumahnya itu.

Selesai di dusun Kumuh 1, ia meneruskan perjalanan menyusuri hutan yang makin lebat, hingga tibalah di dusun Mawak. Dusun Mawak kembali dalam wilayah HSS, di sana ia bisa bersantai lebih lama menunggu orang-orang datang dari ladang. Setelahnya ia akan pulang, kembali menempuh perjalanan 40 kilometer menuju rumah.

“Saya biasa membawa 300 sampai 350 batang, kadang habis kadang sisa banyak. Syukurnya bikinan sendiri sehingga tidak terlalu khawatir akan merugi,” ucapnya sambil menghela nafas saat istirahat di balai adat Mawak.

Wahyudin mengaku berjualan es lilin sejak awal 2000 an, tetapi tidak menetap sebab ia bekerja serabutan, kadang bertani atau berkebun. Sehingga ia tidak setiap hari berjaja es ke anak-anak Meratus, hal itu disamping memperhitungkan jarak tempuh serta kondisi cuaca.

“Kadang 2 kali sehari, dan kalau musim hujan saya tidak jualan es, sehingga paling berkebun di rumah atau lainnya.” ungkapnya.

Kisah Kegigihan Penjual Es Lintas Kabupaten Di Meratus

Jika saat musim bercocok tanam seperti sekarang, masyarakat ujarnya sering tidak ada di rumah seharian. Sehingga jika berjualan pagi hingga siang hari jarang menemui orang, terpaksa menunggu orang-orang pulang di hutan hingga sore hari. Alhasil jika cuaca dirasa tak menguntungkan, ia tidak akan berangkat.

Wahyudin mungkin satu-satunya pedagang yang melalui rute yang saya ceritakan di atas, sebab pedagang sayur kebanyakan hanya sampai kabupatennya masing-masing, karena jalan di Meratus tak jarang kurang mendukung bagi keranjang penjual sayur keliling. (*)