Kisah Getir Owner Biuti Park; Milenial Sukses Yang Mengorbankan Kuliah

Dibalik kesuksesan Biuti Park saat ini, ternyata ada seorang milenial yang berani mengorbankan kuliah demi bisnisnya. Pengusaha, kreatif, masih muda, berwajah tampan dan masih lajang, dia lah Muhammad Adly Qaedy. Pria umur 24 tahun itu mulai merintis bisnis rumah makan sejak 2012 dengan modal menjual mobil pick-up. Ikuti kisahnya.

Hendra Lianor, Martapura

Dulu namanya Rumah Makan Tambak Biuti dengan 32 kolam ikan. Sejak setahun yang lalu RM Tambak Biuti disulap menjadi seperti sekarang ini, dan berubah nama menjadi Biuti Park. Bisa dibilang, Biuti Park adalah miniaturnya Kalimantan yang masih kaya dengan hutan tropis.

Perubahan yang signifikan itu tidak lepas dari tangan kreatif seorang mahasiswa Jurusan Manajemen Marketing, Fakultas Ekonomi, Universitas Lambung Mangkurat, Banjarmasin ini. Rumah makan keluarga berkonsep alam yang luas, ditambah fasilitas pemancingan keluarga dan serta outbound, Biuti Park sangat cocok digunakan untuk berbagai macam kegiatan, seperti family gathering, arisan, ulang tahun, meeting, dan lain-lain.

“Juga ada plooding market pusat oleh-oleh ditambah dengan citarasa kuliner khas masakan Banjar membuat Biuti Park lebih dari sekedar rumah makan,” kata pria kelahiran Banjarmasin 30 Oktober 1994 itu.

Adly menceritakan, awalnya dia melihat ada penawaran tanah yang luasnya sekitar 500 meter persegi. Adly kemudian berinisiatif membelinya dengan meminjam uang kepada orangtua. Singkat cerita, ia menjual mobil pick-up dari orangtuanya untuk membeli tanah seharga 21 juta yang sekarang menjadi lokasi Biuti Park.

“Tanahnya 5 borongan seharga 21 juta dari menjual mobil pick-up. kalau sekarang tahan itu sudah berharga 500 juta,” kata pria yang masih lajang ini.

Sebelumnya, Adly juga sebagai peternak ayam untuk dijual. Melihat tanah yang baru ia beli murah itu mempunyai potensi, di sini lah jiwa entrepreneur semakin bergelojak untuk mengembangkan bisnis yang lebih besar lagi.

“Saya melihat potensi bagus di lokasi tanah yang baru saya beli itu karena lokasi yang strategis. Di situ saya memulai bisnis tambak ikan sekaligus rumah makan  yang dinamainya RM Biuti,” ucap Adly.

Awal memulai bisnis Adly didukung sang ayah yang juga pengusaha ternak ayam. “Rumah makan ini perlu banyak bahan baku, jadi ayah saya yang mensupport khususnya bahan baku ayam. Istilahnya itu simbiosis mutualisme, lah,” ucapnya.

2013 Adly masuk pendidikan di perguruan tinggi di ULM. Pada masa-masa dia kuliah, di situlah Adly harus ‘bergulat’ dengan waktu antara menjalankan bisnis dan akademik. Kesibukannya kuliah rupanya berdampak besar terhadap menurunnya bisnis yang ia jalani.

Bahkan di 2016 atau di akhir-akhir masa perkuliahannya, Rumah Makan Biuti sempat dinyatakan bangkrut. “tiga tahun setengah saya bisa menyelesaikan kuliah kecuali skripsi. Karena saat itu saya tidak punya uang,” tutur Adly.

Di semester 7, Adly memutuskan murni terjun kembali membangun bisnisnya yang sempat ‘diganggu’ oleh perkuliahan. Ia mengakui, kala itu banyak tawaran pekerjaan dari berbagai perusahaan dan Bank ternama dengan gaji yang menggiurkan. Namun Adly tetap pada pendiriannya pada bisnis rumah makan.

“Saya menolak semua tawaran karena sudah tekad dan niat saya membesarkan rumah makan, sebab saya melihat peluangnya, walaupun saat itu dinyatakan bangkrut karena ditinggal kuliah,” ceritanya.

Berkat kegigian dan tekatnya, jadilah seperti sekarang ini; yang dulunya Rumah Makan Biuti kini bertrasnformasi Biuti Park. Dirinya menjelaskan, dalam menggapai impian yang terpenting adalah sebuah kepercayaan atau keyakinan akan keberhasilan.

Bagaimana membangun kembali usaha yang sudah bangkrut? Adly menyebut dengan membenahi semua. Selain itu, lanjutnya lagi, yang terpenting dalam bisnis adalah bahan baku dan marketing. Dan satu lagi, tegasnya, yang paling penting adalah keyakinan dan focus.

“Manusia itu penuh dengan rasa takut. Rasa takut atas diri sendiri lah yang menghambat diri kita sendiri, bukan uang. Saya mengatakan, dibalik rasa takut ada sebuah peluang. Kalau dianalogikan, pelatih misalnya menyuruh lari 5 putaran mengelilingi lapangan bola, tetapi diri kita meyakini hanya mampu 4 puataran, jika rasa ketidakyakinan itu dibuang; pasti bisa, sebab seorang pelatih tidak mungkin menyuruh kita di luar kemampuan,” papar Adly.

Kini, Adly menuai hasil kerja kerasnya. Dalam satu bulan, Biuti Park mencapai omzet 100 juta. “Bahkan kemarin sampai 35o juta karena banyak yang memesan tempat dari instansi pemerintahan,” tutup pria yang kini menunggu diwisuda Sarjana Ekonomi. (dra)