Kesaksian Awal Terjadinya Tragedi Jumat Kelabu 23 Mei 1997 di Banjarmasin

Makam korban Tragedi Jumat Kelabu 23 Mei 1997 di Banjarmasin (foto: merdeka.com). Junaidi (foto insert/leon)
Makam korban Tragedi Jumat Kelabu 23 Mei 1997 di Banjarmasin (foto: merdeka.com). Junaidi (foto insert/leon)

Mengenang tragedi berdarah 23 tahun silam yang pernah terjadi di Kota Banjarmasin, salah satu saksi hidup, Junaidi, warga Pasar Pagi Banjarmasin berharap kejadian serupa tidak terulang lagi pada masa mendatang. Terlebih situasi menjelang Pemungutan Suara Ulang (PSU) Pemilihan Gubernur Kalimantan Selatan di Kota Banjarmasin, cukup rawan.

BANJARMASIN, koranbanjar.net – Saksi hidup peristiwa 23 Mei 1997, Junaidi kepada media ini, Minggu (23/5/2021) di rumahnya di Pasar Pagi, mengungkapkan awal peristiwa kelam sepanjang sejarah di Kota Seribu Sungai ini.

Diceritakan, hari itu, Jumat 23 Mei 1997, masa kampanye Pemilihan Umum (Pemilu). Pohon Beringin yakni, Golkar sedang melaksanakan kampanye di Kota Banjarmasin.

Di tengah masyarakat masih melaksanakan sholat Jumat, lanjut Junai, melintas beberapa orang mengenakan baju dan atribut Golkar menaiki sepeda motor dengan membunyikan suara knalpot cukup keras, sehingga jamaah yang sedang melaksankan sholat Jumat merasa terganggu.

“Tiba-tiba datanglah massa dengan menggunakan pakaian warna hijau bertuliskan PPP menghalau aksi yang dilakukan simpatisan Partai Golkar,” kenangnya.

Kala itu, lanjut Junaidi oknum berpakaian PPP menelanjangi kaum ibu-ibu simpatisan Partai Golkar. Mereka memburu dan mengejar pera perempuan yang sedang berbaju Golkar.

“Mereka terus mengejar, ibu – ibu itu tunggang langgang lari ketakutan, nah saat itu kebetulan kami sedang berkumpul, kami tidak tega melihat aksi yang mereka (oknum berbaju PPP) lakukan, hingga kami menghalau mereka. Bahkan sempat terjadi perkelahian, beberapa dari mereka ada yang luka, kami pun juga ada yang luka,” ceritanya.

Berawal dari situlah, tutur Junai, kerusuhan mulai melebar, kebakaran di mana – mana, penjarahan terjadi mulai dari gedung pertokoan, pusat perbelanjaan hingga  tempat – tempat rumah ibadah non muslim, khususnya nasrani dan kaum Cina ikut menjadi sasaran amukan massa.

Lanjut dikisahkan, Junai mengaku, sampai-sampai dirinya bersama salah satu kawannya dari Pasar Pagi mencoba ikut mengambil satu lembar baju di Mitra Plaza, namun batal.

“Selembar baju itu padahal sudah di tangan, namun  tiba – tiba mendengar suara tembakan secara memberondong, maka saya tidak jadi mengambil karena takut,” ujarnya

Maka dia keluar dari Mitra Plaza, awalnya tidak dapat menembus pagar, sebab ditutupi massa penjarah, namun akhirnya dia menggunakan peci hijau bertuliskan PPP.

“Akhirnya saya dapat keluar, sebab kalau tidak menggunakan atribut PPP, pasti diserang dan bahkan kemungkinan tidak dapat keluar dari amukan massa,” kenangnya lagi.

Hampir satu minggu sejak kejadian mengerikan tersebut, suasana Kota Banjarmasin selain gelap gulita akibat kebakaran di mana-mana, juga mencekam.

Setiap kampung di 4 kecamatan selalu berjaga-jaga, warga ronda dan jaga malam secara bergantian bahkan ada yang tidak tidur saking takutnya.

“Masing-masing warga menjaga kampungnya dengan menggunakan berbagai macam senjata tajam,” katanya.

Ditanya apakah benar adanya perusuh yang secara ghaib menghilang ketika diburu warga. Dan hilangnya perusuh itu ketika dikejar, di saat itu pula terdengar suara adzan makin menambah seramnya suasana saat itu?

“Benar itu terjadi, saya pernah mengejar hanya dengan menggunakan celana dalam tanpa sehelai kain di tubuh, katanya orang seperti itu ghaib dan harus bertelanjang mengejarnya, termasuk orang tiba-tiba adzan, itu juga benar,” imbuhnya.

Tanggal 23 Mei 1997, bertepatan dengan hari Jumat. Serangkaian dengan agenda Pemilu 1997, ada acara besar yang dilangsungkan di pusat kota. Salah satu partai yang ikut serta dalam pemilu, Golkar, menyelenggarakan kampanye dengan panggung hiburan rakyat.

Panggung hiburan rakyat itu rencananya dilaksanakan usai ibadah salat Jumat. Namun, rencana tersebut tidak pernah terwujud, dan justru berubah menjadi sebuah tragedi berdarah yang selalu dikenang.

Perekonomian daerah pada waktu itu lumpuh total, hampir 90% masayarakat Kota Banjarmasin mengalami kerugian terutama bidang materiil.

“Oleh karena kami khawatir 23 Mei terulang di PSU, mari kita jaga sama-sama  bunua kita, siapapun terpilih menjadi Gubernur, itulah pemimpin kita,” tutup Junaidi.(yon/sir)

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *