Tak Berkategori  

Kebaikan Tak Butuh Pengakuan Orang Lain

Oleh Pimred koranbanjar.net, Denny Setiawan

Kesempurnaan hanya milik Allah Swt. Tidak semua kebaikan akan dipandang baik, dan tidak semua perbuatan buruk dinilai buruk. Apapun yang dikerjakan seseorang, salalu ada saja pandangan negatif yang diarahkan.

Terlebih menjelang tahun politik seperti sekarang. Terkadang, apapun yang dilakukan seseorang, termasuk oleh seorang kandidat kepala daerah, selalu ada saja perihal yang dinilai tidak benar. Memenuhi keinginan tiap orang tak mungkin dapat dilakukan. Akan tetapi memenuhi sebagian keinginan yang menjadi utama (prioritas) sudah tentu menjadi pilihan yang paling memungkinkan.

Saya akan coba berikan perumpamaan dengan sudut pandang objektif. Seorang calon kandidat kepala daerah menjamu para tokoh di sebuah rumah makan, sebuah tindakan yang bertujuan untuk menghormati atau memuliakan. Tetapi orang lain mungkin saja menilai itu sebuah bentuk eksklusifitas atau pamer keberadaan terhadap satu kelompok.

Sebaliknya, ketika calon kandidat kepala daerah tersebut mengundang para tokoh bersama masyarakat biasa dalam pertemuan yang sederhana atau di warung pojok, lagi-lagi orang lain (bisa saja) akan menilai bahwa perbuatan itu hanya diada-ada, kelihatan sederhana, bagian dari sebuah langkah pencitraan.

Dalam mengamati dua perumpamaan tersebut, saya teringat kisah inspiratif yang diabadikan dalam Alquran Al Karim tentang kisah Luqman Hakim dengan puteranya.

Luqman Hakim adalah salah satu nama orang yang disebut dalam al-Qur`an, tepatnya surah Luqman (31) ayat 12-19. Luqman Hakim namanya mendunia karena nasihat-nasihatnya kepada anaknya.

Allah Swt berfirman:

“Dan sesungguhnya telah Kami berikan hikmat kepada Luqman.” (QS. Luqman; 12)

Dalam sebuah kesempatan, saat Luqman mengajari puteranya dengan kehidupan nyata di tengah-tengah masyarakat. ”Wahai puteraku! Datangkan seekor keledai kepadaku, dan mari kita buktikan.”

Luqman bermaksud mengajak puteranya jalan-jalan di tengah masyarakat untuk membuktikan bahwa membuat semua orang “legawa” itu sangatlah sulit. Bahkan bisa dibilang sama sekali tidak mungkin terjadi.

Apapun yang diperbuat oleh seseorang akan selalu ada yang mempersalahkan. Selalu saja ada yang tidak setuju. Kemudian perjalanan mereka segera dimulai.

Luqman menaiki keledai dan menyuruh puteranya berjalan menuntun keledai. Sekelompok orang yang menangkap pemandangan –yang menurut mereka- aneh tersebut, segera berkomentar mencaci: ”Anak kecil itu menuntun keledai, sedang orang tuanya duduk nyaman di atas keledai. Alangkah congkak dan sombongnya orang tua itu.”  Luqman pun berkata: ”Puteraku, coba dengar, apa yang mereka katakan.”

Luqman lalu bergantian dengan puteranya, kini giliran Luqman yang menuntun keledai, dan puteranya naik di atasnya. Mereka melanjutkan perjalanan hingga bertemu sekelompok orang.

Tak pelak, orang-orang pun segera angkat bicara setelah menangkap pemandangan yang tak nyaman di mata mereka. ”Lihatlah, anak kecil itu menaiki keledai, sementara orang tua itu malah berjalan kaki menuntunnya. Sungguh, alangkah buruknya akhlak anak itu.”  Luqman kemudian berkata kepada puteranya: ”Anakku, dengarlah apa yang mereka katakan.”

Mereka berdua melanjutkan perjalanan. Kali ini, keduanya menaiki keledai mungil itu. Mereka berdua terus berjalan hingga melewati sekelompok orang yang duduk-duduk di pinggir jalan. Lagi-lagi, mereka unjuk gigi saat melihat Luqman dan puteranya.

”Dua orang itu naik keledai berboncengan, padahal mereka tidak sedang sakit. Mereka mampu berjalan kaki. Ahh, betapa mereka tak tahu kasihan pada hewan,” sindir seseorang yang melihat luqman. ”Lihatlah apa yang mereka katakan, wahai puteraku!” Luqman kembali menasihati puteranya.

Tanpa menghiraukan caci maki orang-orang itu, Luqman dan puteranya kembali melanjutkan perjalanan. Terakhir kali, mereka berjalan kaki bersama, sambil menuntun keledai.

”Subhanallah! Lihat, dua orang itu menuntun keledai bersama, padahal keledai itu sehat dan kuat. Kenapa mereka tidak menaikinya saja? Ahh, betapa bodohnya mereka.”

”Dengarlah apa yang mereka katakan! Bukankah telah aku katakan padamu? Lakukan apa yang bermanfaat bagimu dan jangan kau hiraukan orang lain. Aku harap kau bisa mengambil pelajaran dari perjalanan ini,” kata Luqman mengakhiri perjalanan bersama puteranya.

Dari kisah di atas kita dapat menyimpulkan, terkadang kebaikan-kebaikan yang sudah kita lakukan tidak membutuhkan penilaian orang lain. Hal terpenting, parameter yang paling mudah untuk mengerjakan sebuah kebaikan, antara lain mengerjakan kebaikan yang bermanfaat bagi semua orang dan jangan hiraukan penilaian orang lain. Karena Allah Swt lebih MAHA MENGETAHUI, mana yang baik dan mana yang buruk. Wallahu ‘alam bishshawab. (*)