Mantan Pemimpin Redaksi (Pimred) media online Banjarhits.id, Diananta Putera Sumedi, divonis bersalah dengan hukuman penjara 3 bulan 15 hari atas pelanggaran UU ITE. Hukuman dijatuhkan oleh majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Kotabaru pada persdidangan yang dilaksanakan Senin (10/8/2020).
KOTABARU, koranbanjar.net – Majelis hakim Meir Elisabeth, menjatuhi hukuman itu lantaran berita tentang dugaan penyerobotan lahan masyarakat oleh sebuah perusahaan pada berita yang ditulis Diananta dinilai sebagai karya jurnalistik bermuatan SARA dan melanggar kode etik.
Selain itu, laman Banjarhits.id merupakan partner 1001 media online Kumparan itu, dianggap tidak memiliki badan hukum. Sehingga majelis hakim menilai Diananta terbukti bersalah karena sengaja, dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan. Ini sesuai pasal 28 UU ITE.
Menerima vonis itu, Diananta mengaku kecewa. Dia merasa kasusnya sudah berakhir di Dewan Pers. “Ini menjadi preseden buruk bagi kebebasan pers,” katanya.
Sebagai terdakwa yang telah divonis, saat ini Diananta mempertimbangkan langkah hukum apa yang kemudian akan ia ambil. Sementara majelis hakim memberi waktu tujuh hari untuk langkah apa yang akan diambil pria yang akrab disapa Nanta itu, apakah banding di Pengadilan Tinggi Kalsel atau menerima putusan hakim.
Selain pertimbangan tersebut, Diananta juga menyampaikan apresiasi sebesar-besarnya atas solidaritas jurnalis, aktivis, serta segenap pihak yang telah mendukung dari awal kasus.
“Kesadaran kolektif dari kawan-kawan membuat semangat saya dalam situasi sulit seperti ini,” ujarnya.
Saat ini, dia sudah ditahan selama 3 bulan 6 hari atau sehari setelah Hari Kebebasan Pers Internasional 4 Mei 2020.
Sementara Kuasa Hukum Diananta, Bujino A Salan, sangat menyayangkan vonis kepada kliennya itu. Sebab, melihat fakta persidangan yang bergulir, menurutnya Diananta bebas karena unsur pidana yang didakwakan tidak terpenuhi.
Dia menyampaikan, berdasarkan keterangan ahli pidana dan pers yang sempat dihadirkan dalam persidangan, unsur yang didakwakan tidak bisa terpenuhi karena Diananta adalah seorang jurnalis.
Selain itu, kata dia, melihat vonis Diananta yang hampir sama dengan masa penahanan menunjukkan ada keraguan di benak hakim.
“Seorang jurnalis mempunyai hak dan legal standing. Untuk itu profesi ini diakui oleh Dewan Pers,” katanya.
Baca juga: Kuasa Hukum Pemred Banjarhits Sebut Kumparan Lepas Tanggung Jawab
Anggota kuasa hukum lainnya, Ade Wahyudin, dari LBH Pers, menyebut vonis kepada Diananta merupakan catatan kelam bagi kebebasan pers di Indonesia. “Putusan ini bukan hanya soal Diananta, tapi juga soal kebebasan pers di Indonesia, dan hari ini akan tercatat sebagai hari kelam bagi kebebasan pers di Indonesia,” ucapnya.
Kasus ini menarik banyak perhatian dan simpatik publik terhadap Diananta. Sampai hari ini, ada sebanyak 34.214 orang telah menandatangani petisi online Bebaskan Nanta #StopPidanakanJurnalis di website https://change.org/bebaskannanta, yang dirilis pada 29 Mei 2020 lalu. Mereka menyerukan agar jurnalis Diananta dibebaskan dari tuntutan pasal 28 ayat 2 junto pasal 45 ayat 2 UU ITE. (ags/dny)