Jika Kalimantan Jadi Ibu Kota Negara, Begini Tanggapan Garin Nugroho

BANJARMASIN, koranbanjar.net – Ibu kota negara tidak hanya bicara tentang politik dan ekonomi, akan tetapi juga bagaimana ibu kota menjadi sebuah peradaban. Hal itu disampaikan Garin Nugroho, sutradara terkemuka Indonesia, usai acara Bincang Kreatif Seni Pertunjukan di Banjarmasin, Selasa (20/8/2019).

Garin mengatakan, pemindahan ibu kota Indonesia ke Kalimantan akan berpengaruh kepada kebudayaan di suatu wilayah tersebut. “Kalau sebuah kota hanya menjadi kota ekonomi dan politik, dan tidak menjadi kota peradaban kebudayaan, maka tidak perlu menjadi ibu kota,”tuturnya.

Lebih lanjut ia memaparkan, bagaimana menjadikan ibu kota sebagai sebuah peradaban dan ibu kota budaya, perlu dibicarakan dan dipersiapkan secara sungguh-sungguh.

”Agar sumber-sumber daya alam Kalimantan yang ada tidak menjadi gudang politikus dan gudang usaha saja. Tetapi benar-benar menjadi sebuah peradaban,” tandasnya.

Sementara sastrawan asal Lampung, Iswadi Pratama, di tempat yang sama juga memberikan pandangan mengenai rencana Kalimantan dijadikan ibu kota negara baru.

Menurut Iswadi, pemindahan ibu kota negara Republik Indonesia ke Kalimantan malah bisa menggerus kekayaan budaya masyarakat tanah Borneo.“Apalagi bila kondisi Kalimantan nantinya seperti Jakarta saat ini, maka saya menolak,” kata Iswadi.

Ia mengingatkan, Kalimantan tidak boleh kehilangan kekayaan kebudayaan dan khazanahnya. Semua mesti dipersiapkan dalam menyambut Kalimantan sebagai ibu kota negara.

“Artinya, lembaga kesenian dan event-event yang bisa merangsang dunia kesenian harus ditingkatkan,” ungkapnya.

Pemerintah sekarang, katanya, jangan hanya mengedepankan pembangunan infrastruktur dan ekonomi. Melainkan, harus memikirkan nasib kebudayaan di Kalimantan. “Harusnya ini dipikirkan sejak sekarang. Sayangnya, sejauh ini masih belum terdengar,” cetusnya.

Perpindahan ibu kota ke Kalimantan harus memberikan nuansa positif untuk dunia seni. Terlebih, sebuah ibu kota mesti membumi dan tak kehilangan warna Indonesia. “Sesuatu bisa terawat apabila tetap dibiarkan berada pada ekosistemnya. Sebaliknya, apabila ekosistem hilang, maka hilanglah budaya tersebut,” terangnya.(ags)