Inilah Prosesi Adat saat Penyambutan Kapolda Kalsel Baru

Oleh

Datu Cendekia Hikmadiraja, Dr. Taufik Arbain, MSi

KESULTANAN BANJAR sejak berabad-abad sangat mengagungkan dan menghormati kedatangan tamu atau pembesar yang memberikan kebaikan bagi Kesultanan beserta rakyatnya.

Dalam rangka pengagungan dan penghormatan terhadap tamu kebesaran dan atau pembesar kerajaan, Sultan Hidayatulah 1 Raja Banjar ke-3, mengkonstruksi tata adab penghormatan tamu kebesaran dengan sambutan seni haderah sebelum memasuki gerbang istana dengan kumandang shalawat Nabi, hingga tamu kebesaran diagungkan dengan bersama memakan sirih, jamuan hingga tapung tawar di ruang utama istana.

SULTAN BANJAR KHAIRUL SALEH
SULTAN BANJAR KHAIRUL SALEH

Menghormati dan memuliakan tamu bagian dari anjuran dalam agama Islam yang menjadi falsafah kerajaan.

Gambaran prosesi penyambutan tamu kebesaran terlihat jelas pada penyambutan Kapolda Kalsel yang baru Irjen Pol Drs Yazid Panani Msi, disambut dengan sekapur sirih yang diberikan Sultan Khairul Saleh, kemudian dikunyah Kapolda.

Djelaskan Datu Cendekia Hikmadiraja Dr. Taufik Arbain, MSi tentang simbol dan makna prosesi tersebu,tmMemakan sirih di awal bertemu Tamu Kebesaran dimaknai sebagai ungkapan kebersamaan dan permakluman kepada Tamu Besar untuk merasakan pahit, getir manisnya dalam menjalankan amanah, tugas dan tanggung jawabnya.

Rasa kebersamaan yang diungkapkan di awal pertemuan memakan sirih bagian dari rasa saling memahami, menghormati dan saling memuliakan adalah pesan kepada rakyat untuk turut mendukung kepada tamu dan atau pembesar dalam menjalankan amanahnya.

Setelah itu Sultan Khairul Saleh memberikan Mandau Talabang sebagai cindera hati.

Menurut Taufik, pemberian cindera hati memiliki makna tersendiri sesuai dengan cindera hati dan kepada siapa penerimanya. Pemberian cindera hati berupa Mandau Talabang, biasanya diberikan kepada Tamu/Pembesar yang memiliki kekuasaan dalam pemerintahan dan atau keamanan dan ketertiban.

Mandau Telabang disimbolkan sebagai Jati diri Kegagahan, Kecakapan, Kekuatan,Keadilan dan amanah untuk melekat kepada Tamu/Pembesar tersebut. Prosesi penyerahan dimulai dengan mencabut separuh tarikan kemudian menghentakkannya sebanyak tiga kali, hingga menarik penuh dan menjunjungkannya menghadap langit sembari mengumandangkan Syahadat “Asshaduallahilahailallah,Waashaduanna Muhammaddarrasulluah”, disertai setelahnya dengan ucapan Shalawat sebanyak 3 kali oleh Pembesar Kesultanan Datuk Astaprana Hikmadiraja.

Penghentakkan Mandau Talabang sebanyak tiga kali dimaknai sebagai kedaulatan, dan ketegasan dalam mengambil keputusan serta ketegasan berpihak kepada keadilan.

Mengacungkan Mandau Talabang menghadap langit dengan kumandang syahadat, adalah simbol kesaksian dan keberserahan segala keputusan, takdir kepada Allah SWT penguasa Alam semesta. Harapan keberserahan ini agar dalam menjalankan amanah selalu mendapatkan perlindungan dari Allah SWT.

Mengumandangkan shalawat bagi bangsa Banjar adalah sebaik-baiknya kebaikan dalam penyerahan diri dan harapan rahmat dari penguasa Alam semesta Allah SWT (dengan melambungkan beras kuning simbol kegembiraan dan harapan).

Kemudian prosesi tapung tawar dilakukan kepada Tamu/Pembesar oleh Datuk Astaprana Hikmadiraja Drs Sirajul Huda. Papaian air tapung tawar di pundak kanan dan pundak kiri dimaknai sebagai pesan bahwa Tamu/Pembesar akan selalu terjaga kemuliaannya, terjaga kepangkatannya dan kekuasaannya serta terjaga kebahagiaannya selama menjalankan amanah dengan baik.

Papaian air tapung tawar pada kedua telapak tangannya dimaknai sebagai pesan agar selalu terbuka menerima siapa pun yang mengharapkan kebaikan pada dirinya dan menerima apapun yang membawa kebaikan pada dirinya, keluarga dan kekuasaannya. (*)