Hukum Berhubungan Suami-Istri di Waktu Siang Ramadan, Begini Penjelasan Habib Ali Khaidir Al Kaff

Habib Ali Khaidir Al Kaff
Habib Ali Khaidir Al Kaff

Berhubungan suami-istri di bulan Ramadan tentunya tidak dibenarkan dalam hukum Islam, bahkan haram. Lebih jelasnya, berikut penjelasan tokoh ulama Kalimantan Selatan, Habib Ali Khaidir Al Kaff

BANJARMASIN, koranbanjar.net – Menurut Habib Ali Khaidir Al Kaff kepada media ini, Selasa (5/4/2022), jika suami-istri berhubungan intim di waktu siang bulan Ramadan dengan sengaja dan atas kemauan dia sendiri, serta mengetahui hukumnya haram, maka puasanya batal.

Habib Ali menambahkan, jika seseorang dengan sengaja membatalkan puasa satu hari di bulan Ramadan dengan sebab jima (hubungan badan/biologis) yang diharamkan, maka ia akan menanggung lima sanksi.

Pertama ia berdosa, kedua wajib menahan diri dari segala yang membatalkan puasa sepanjang hari meski puasanya sudah batal lebih dulu akibat berjima tadi.

“Jadi, kalau ia berjima sesudah sholat subuh, maka wajib menjaga dari segala hal yang membatalkan puasa mulai pagi hingga sore hari sampai tiba berbuka puasa,” terangnya.

Kemudian sambungnya, ketiga, wajib ditajir, yakni menjalani hukuman dari hakim jika ia tidak bertobat, tidak mengakui kesalahannya.

Keempat, wajib membayar puasanya, kelima membayar kafarat (kafaratul uzmah) yaitu kafaratul yang sangat besar.

“Di antaranya memerdekakan atau membebaskan budak mukmin, puasa dua bulan berturut – turut, dan memberi makan enam puluh orang miskin, satu orang satu mut,” urainya.

Dikatakan Habib Ali, hukum kafarat ini hanya diberlakukan kepada laki-laki bukan kepada perempuan, jumlah kafarat akan bertambah sesuai hari yang dibatalkan.

Lantas bagaimana cara menolak pasangan kita yang ingin melakukan jima di siang hari di bulan Ramadan, kata Habib Ali, wajib bagi suami atau istri merangkan konsekuensinya apabila hal itu dilakukan.

“Kemudian hendaknya istri maupun suami mengatakan kalau kita sedang berpuasa,”  ucapnya.

Namun ada waktu longgar boleh melakukan hubungan suami istri yakni dari waktu berbuka puasa sampai waktu sahur.

“Dengan catatan tidak melebihi terbitnya fajar atau dikumandangkan azan salat subuh,” jelasnya.

Adapun mandi wajib boleh dilakukan sesudah sholat subuh, namun sunah hukumnya membersihkan kemaluannya dan sunah pula berniat di dalam hati bersuci untuk melaksanakan salat.

“Jadi jika ia bersetubuh sebelum sahur, maka tidak mengapa mandi wajibnya setelah subuh, namun sunah bersuci membersihkan kemaluan,”  tutup Habib Ali Khaidir Al Kaff.(yon/sir)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *