SURABAYA — Subaidi dan Idris, keduanya warga Sokobanah, Sampang, Madura, berteman baik di Facebook, hingga beberapa bulan terakhir ini ketika keduanya berbeda pandangan politik tentang jagoan masing-masing pada pemilihan presiden mendatang. Keduanya mulai saling kecam dan memanas ketika berpapasan di jalan.
Keduanya sedang sama-sama mengendarai motor ketika Subaidi dengan sengaja menabrakkan motornya ke motor Idris hingga terjatuh. Subaidi kemudian menodongkan pisau ke arah Idris, tetapi ia tiba-tiba terpeleset. Melihat lawannya jatuh, Idris mengeluarkan senjata api rakitan dan langsung menembak dada kiri Subaidi. Laki-laki itu pun tewas di tempat.
Demikian penjelasan Humas Kepolisian Daerah Jawa Timur, Komisaris Besar Frans Barung Mangera hari Minggu (25/11) kepada wartawan.
Tetapi ketika diwawancara lebih jauh, Frans Barung Mangera mengatakan kepada VOA (afiliasi koranbanjar.net), bahwa polisi tidak percaya sepenuhnya bahwa motif penembakan itu karena perbedaan politik seiring memanasnya pemilihan presiden.
Meski pengakuan pelaku menjadi alat bukti, tetapi polisi juga mencari keterangan saksi-saksi lain dan rangkaian peristiwa sebelumnya. Dari seluruh pembuktian sementara itu, polisi menilai pembunuhan itu memang sudah direncanakan sebelumnya.
“Dari rangkaian ini, apakah hanya upload saja di media sosial, dan kemudian uploadan itu kemudian menjadi viral seakan-akan ini masalah Pilpres, pemilihan, tidak. Kita tegaskan, polisi tidak berpatokan kepada itu. Rangkaian suatu peristiwa akan kami tuju. Yang paling penting bagi polisi membuktikan, rangkaian-rangkaian itu menjadi sesuatu peristiwa pidana yang terencana, nah terencananya sudah masuk, apa? persiapan senjata api, persiapan tempat, waktu dan lain-lain sebagainya telah dipersiapkan,” ujar Frans.
Sementara Beny, warga Surabaya mengatakan sangat menyesalkan peristiwa pembunuhan yang diduga akibat perbedaan pandangan politik ini. Menurutnya perbedaan pilihan seharusnya tidak mengarah pada perpecahan maupun aksi kekerasan.
“Ini sungguh ironis, di tengah kemajemukan yang ada di Indonesia, justru perbedaan-perbedaan akibat dukung mendukung paslon (pasangan calon) ini justru berakibat fatal. Mereka justru mengklaim bahwa dirinya benar, apa yang didukung benar, padahal di balik itu semua, itu untuk Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan itu yang tidak dipikirkan oleh masyarakat saat ini, dan mereka justru lebih membabi buta untuk saling menyalahkan dan saling mengklaim bahwa dirinya benar,” tukas Beny.
Warga Surabaya lainnya, Doni Sujito, menilai pertentangan di media sosial terkait pilihan politik yang berujung hingga ke dunia nyata. Menurutnya perbedaan pilihan seharusnya tidak mengarah pada perpecahan maupun aksi kekerasan.(pr/em/voa/sir)