Religi  

Di Meratus Bajakah Disebut Kait-kait, Sudah Sejak Dulu Dipakai Sebagai Obat

Kayu bajakah yang viral, ternyata sejak dahulu di masyarakat Meratus juga digunakan sebagai obat. Sering disebut kait-kait, tetapi banyak pula penyebutan lainnya. Saat ini mulai banyak juga orang yang berdatangan mencari ke wilayah Loksado.

Muhammad Hidayat, Loksado

Bajakah, tumbuhan rambat ini oleh masyarakat Loksado mempunyai beragam penyebutan. Paling populer disebut kait-kait, karena tumbuhannya menjalar dan mengait pada batang pohon lainnya. Kadang masyarakat lain menyebutnya akar hampalas, ada pula yang menamainya kayu pilantas.

Kait-kait sudah sejak dahulu ada di hutan Meratus, biasanya tumbuh liar di pinggir sungai, atau daerah berair dan lembab. Masyarakat Meratus sering meminum air di dalam batangnya saat kehabisan air di tengah hutan.

Di Meratus Bajakah Disebut Kait-kait, Sudah Sejak Dulu Dipakai Sebagai Obat
Yusak Darmawan, warga Loksado (celana pendek), yang banyak mengetahui tentang khasiat bajakah atau kait-kait.

“Saya kira kayu seperti apa yang sedang viral itu. Setelah melihat fotonya dengan jelas, ternyata itu tumbuhan kait-kait yang lumayan banyak di hutan,” ujar Yusak Darmawan, warga Desa Ulang, Kecamatan Loksado Kabupaten Hulu Sungai Selatan, Kalsel.

Yusak berujar, sejak dahulu kait-kait digunakan masyarakat Meratus untuk mengobati sakit ringan seperti flu, batuk, demam hingga sakit tenggorokan. Kait-kait dipotong, lalu air akan keluar dari bekas potongan tersebut. Air itulah yang diminum untuk mengobati berbagai penyakit ringan tersebut.

Tetapi menggunakannya tidak sembarangan, hanya bisa dipakai sekali potong. Memotongnya pun harus di waktu subuh, sebab jika tidak subuh maka tidak berair, atau hanya sedikit.

Kendati sedang viral diberitakan, ternyata tidak berpengaruh terhadap masyarakat Loksado . Dan bila pun dikabarkan banyak orang yang tengah berburu bajakah atau kait-kait ini, di Meratus tidak bisa juga sembarangan mengambilnya. Menurut Yusak, orang luar tidak boleh sembarangan menebang di hutan, kerena bisa jadi adalah lahan milik warga.

“Sudah ada beberapa kali orang dari ibukota Provinsi Kalsel datang, tetapi masyarakat di sini tidak mau mencarikan,” ujar Yusak.

Dikatakan, jika diambil hanya untuk keperluan masyarakat setempat saja, kait-kait tidak akan habis. Meski sifatnya bisa tumbuh lagi, namun jika diambil secara maksimal bisa saja habis. Sebab kait-kait baru dapat digunakan setelah berusia minimal 10 tahun.

“Satu batang hanya bisa dipakai satu kali potong. Setelah dipotong habis airnya sampai ke ujung. Dan paling bagus digunakan saat kait-kait berusia 15 tahunan,” ujar pria yang sempat mencaleg untuk Dapil 2 DPRD HSS pada pemilu 2019 lalu tersebut.

Tetapi, ujar Yusak, hati-hati juga dalam memilih kayu kait-kait ini. Sebab, ada beberapa jenis, dan di antaranya ada yang beracun. Ada akar rambat yang berkhasiat menyembuhkan sakit pinggang, ada juga akar mangsi untuk kolesterol.

“Dan jangan sampai meminum air akar tubakungkung, karena akar tersebut beracun,” sebut Yusak, yang memang banyak mengetahui tumbuhan herbal.

Orang sering menemui Yusak untuk pengobatan. Seperti terkena wisa, yang menurutnya bahasa medisnya penyakit malaria. Ada yang datang langsung diberi ramuan akar arau yang juga jenis bajakah, dan yang terkena malaria bisa disembuhkan sembuh.

Yusak tidak mempermasalahkan jika ada yang mencari kayu tersebut untuk keperluan mendesak. “Tetapi jangan sampai terjadi eksploitasi secara besar-besaran,” ingatnya.*