Scroll ke bawah untuk melanjutkan
Koran Banjar
Koran Banjar

Dewa Pahuluan adalah Milik Kita

Avatar
677
×

Dewa Pahuluan adalah Milik Kita

Sebarkan artikel ini

“Ketika orang baik itu pergi

Takkan malu kau teteskan air mata

Advertisement
Koran Banjar
Scroll ke bawah untuk melanjutkan

Sebab kau tahu,

Betapa kehilangan itu tak terperi,”

Sandi Firly

MARTAPURA – Fitri Zamzam atau dikenal dengan panggilan Dewa Pahuluan adalah sosok yang akrab dengan segala kalangan dan generasi, khususnya di Kota Banjarbaru. Hangat dan bersahabat. Semua orang tahu, Dewa Pahuluan dikenal sebagai orang yang baik dan sangat darmawan. Memberi diam-diam, tanpa menuntut balas dan pujian. Kini, dia telah pergi menuju keabadian.

Sabtu (18/11/2017) malam, kabar kepergian selama-lamanya itu bagai sebuah hantaman yang keras di dada, kemudian menjadi kosong. Hampa. Demikian kutipan dari diskripsi acara Poetry In Action (PIA) At Mingguraya yang diselenggarakan Akademi Bangku Panjang Mingguraya Banjarbaru, Jumat (24/11) malam.

Agenda bulanan pada Jumat malam akhir pekan ini mengusung tema Ketika Orang Baik itu Pergi yang didedikasikan untuk almarhum Dewa Pahuluan.

Berbagai kalangan datang ke acara PIA ini menceritakan bagaimana sosok Dewa Pahuluan lewat karya puisi yang dibacakan orang terdekat, kawan, maupun orang yang hanya sedikit tahu tentang Dewa Pahuluan.

Di panggung bundar Mingguraya, sebelum membacakan puisi, tak jarang mereka bercerita tentang kebaikan Dewa Pahuluan.

Salah satunya dari Nove Arisandi, ia membeberkan titel sarjananya tidak lepas dari bantuan Dewa Pahuluan, “Saat saya meneyelesaikan studi saya mendapat bantuan dari Bang Dewa, dan ini tidak banyak yang tahu,” kata Nove. Kemudian ia membacakan puisi karyanya sendiri berjudul Selamat Jalan.

Kemdudian Ali Syamsudin Arsyi, Sastrawan Banjarbaru ini sebelum mebacakan puisinya Ia mengajak semua orang atau komunitas untuk mengumpulkan kartya-karya puisi Dewa Pahuluan untuk dijadikan buku. “Karena Dewa Pahuluan adalah milik semua orang,” kata Pa Asa –biasa ia dipanggil.

Menurut Asa almarhum merupakan seorang pahlawan. “Oleh karena itu saya akan membacakan puisi pahlawan,” ujarnya sebelum memulai syairnya.

“Ini adalah menunjukkan beliau memang orang baik,” kata Muliadi Razak saat menyingging soal tema PIA. Muliadi bercerita, suatu ketika ia menshare via Facebook  seorang yang sakit lumpuh yang tidak dapat berobat. “Hari itu juga almarhum datang membantu, saat itu ia datang bersama Darmawan Jaya,” ungkap Muliadi.

“Kegiatan sastra di Banjarbaru tidak lepas dari kebaikan-kebaikan mendiang Dewa Pahuluan, mulai dari awal Tadarus Puisi, termasuk acara malam ini,” ungkap Ogi Fajar Nuzuli.

Selain ia sangat dermawan, Ketua DKD Banarbaru ini juga menyebut Dewa Pahuluan adalah sosok yang begitu mulia selalu rendah hati tidak sombong.

Ogi menceritakan  pernah almarhum ingin memasangkan sepatu saatnya ketika saat sakit. Kala itu, lanjut Ogi istri saya mengatakan, jangan bang jangan. “Jadi bang Dewa adalah orang besar yang hatinya lembut, dan hatinya tidak pernah memandang dirinya besar,” tutup mantan Walikota Banjarbaru ini.

Selanjutnya sanjungan datang dari Noveles Banjarbaru, Randu Alamsyah, ia merasa salah satu orang yang sangat terpukul atas kepergian Dewa Pahuluan. Menurutnya, tanpa Dewa Pahuluan Banjarbaru tak pernah sama lagi.

“Saya banyak mendapat hal-hal yang baik dari beliau. Apa-apa yang baik yang bisa didapat seorang anak kepada ayah, adik dari seorang kakak, sahabat dari seorang sahabat, saya dapatkan dari beliau,” tutur Randu.

“Saya bangga dengan beliau, Bang Dewa tidak tergantikan. Semoga lahir Dewa selanjutnya” sambung Iwansyah.

Ia menyebut almarhum, ketika masih satu pekerjaan, ia begitu suka mengingatkan waktu shalat. “Waktu zuhur tinggal lima menit” cerita Iwansyah. “Saya kadang-kadang yang memimpin rapat harus menskor rapat karena beliau menginginkan kita semua shalat di awal waktu,” ungkap Ketua DPRD Banjarbaru ini.

“Ketika Bang Dewa pergi berarti ketika orang baik pergi,” kata Sandi Firly.

“Aku tidak pernah melihat orang meninggal kawan-kawannya menangis, ketika bang Dewa meninggal hampir semua kawan-kawannya menangis karena mengingat kebaikan kehidupannya,” cerita Sandi saat ‘kepergian’ Dewa Pahuluan.

“Andai beliau bisa hidup kembali aku akan banyak menghabiskan waktu bersama beliau,” tutup Sandi.

Selanjutnya Trisna Chandra yang mengutarkan seluruh kesedihannya lewat sajak yang ia bawakan, “Jika aku hilang tanpa sempat berpamit,  kau telah melihatku di atas langit, di sana aku bertemu keabadian, di negeri sebelumnya yang tak pernah ku impikan,” dengan suara merdu dan lantang Trisna bersyair.

Masih banyak lagi perorangan maupun kelompok seni yang mengutarkan kebaikan sosok Dewa Pahuluan cerita pengalaman saat bersama almarhum. Pun juga lewat karya puisi.

“Setiap kebaikan membuahkan berbagai kebaikan-kebaikan lain, menelurkan kebaikan lain hanya itu yang kami terpikir tentang Bang Dewa. Sebagai orang baik,  maka semua kebaikannlah yang ada tumbuh di mata orang yang mengnenal beliau,” tandas HE Benyamine. (dra)

Protes RUU Anggota Parlemen Menari Perang Prabowo Ajak Puasa 5 Tahun KPK Lelang Barang Koruptor Gus Miftah Meminta Maaf Gus Miftah Ejek Penjual Es Teh