Tak Berkategori  

Demi Bisa Jajan Di Sekolah, Siswa Yatim Ini Jajakan Kue Babongko

JIKA pernah mendengar lagu Iwan Fals yang berjudul Sore Tugu Pancoran, maka kehidupan Rahman, siswa kelas 2 SMPN 2 Kotabaru, mirip seperti kisah Budi si penjual koran yang diceritakan dalam lagu tersebut.

Laporan Jurnalis Koranbanjar.net, SITI HADISAH, Kotabaru

Meski Rahman tidak berjualan koran, namun jika dilihat dari kisah keduanya yang tak sempat menikmati waktu bermain layaknya anak pada umumnya, mereka senasib.

Betapa tidak, Rahman harus melupakan waktu luang dan bermain karena sehari-harinya ia berjualan kue babongko agar bisa jajan di sekolah. Kue babongko adalah salah satu kue khas Banjar berbahan tepung beras yang dibungkus dengan daun pisang.

Rahman menjajakan kue babongko bersama seorang teman seumurannya, Anas, dengan berjalan kaki mengelilingi kawasan siring laut Kotabaru. Kue babongko yang dijual dibawa dengan wadah masing-masing yang mereka letakkan di kepala.

Itu dia lakukan setiap hari selepas pulang sekolah semenjak ayahnya meninggal dunia. Kadang apabila sedang sepi, pria yatim itu harus memberanikan diri menawarkan dagangan kuenya ke kantor-kantor pemerintah yang ada di kawasan siring laut.

Perlu waktu berjam-jam hingga sore hari agar kue jualannya habis dibeli. “Saya menjajakan kue babongko agar dapat upah uang. Uang yang saya dapat untuk jajan di sekolah,” katanya dengan nada polos.

Upah yang dimaksud Rahman adalah uang pemberian dari pemilik kue, karena kue babongko yang ia jual bukanlah miliknya ataupun dari ibunya.

Dari pemilik sekaligus pembuatnya, Rahman setiap hari mendapat jatah 30 kue babongko untuk dijajakan. Dari jumlah tersebut ia mendapat upah uang Rp 15 ribu. “Harga kue babongko yang saya jajakan Rp 2.500 satu bungkusnya,” tutur Rahman.

Namun upah yang ia dapat tersebut bukanlah upah per hari, melainkan dihitung sesuai kue yang terjual. Jika kue tidak habis atau tidak laku tentu saja Rahman tak mendapat upah utuh Rp 15 ribu. “Iya kalau tidak habis upah Rp 15 ribunya dipotong kue yang tidak habis terjual,” ujarnya.

Rahman mengaku menjajakan kue babongko setiap hari murni karena keinginannya sendiri demi membantu meringankan beban ibunya. “Karena kalau saya bisa jajan dengan uang hasil sendiri ibu saya tidak perlu memikirkan uang jajan untuk saya lagi,” ucapnya sambil beranjak pergi melanjutkan jajaan kuenya. (dny)