Dalam menciptakan Pemilu jujur dan adil, maka penyelesaian sengketa proses pemilu harus melalui mediasi, profesional, akuntabel dan transparan.
BANJARMASIN, koranbanjar.net – Ketua Bawaslu Provinsi Kalsel, Azhar Ridhanie atau kerap dipanggil Aldo kepada media ini, Minggu (11/12/2022) di Hotel Nasa Banjarmasin, menjelaskan secara singkat mekanisme penyelesaian sengketa proses pemilu.
“Bagaimana menangani penyelesaian sengketa proses dalam konteks hukum beracara,” ujarnya.
Mulai dari penyampaian permohonan sampai berlakunya putusan oleh Majelis Hakim.
“Majelis Hakimnya adalah Pimpinan Bawaslu provinsi dan kabupaten/kota,” terangnya.
Kemudian lanjutnya, yang menerima permohonannya adalah para staf di bawah Majelis Hakim tersebut.
Setelah melakukan permohonan, kemudian verifikasi terhadap aspek formil maupun materil terkait pemohon (subjek) yang dirugikan haknya.
“Pemohon disini adalah para peserta pemilu yang dirugikan haknya terhadap keputusan KPU,” terangnya.
Lalu terkait objek sengketanya adalah harus ada keputusan KPU yang merugikan pihak subjek tadi.
“Terhadap tata cara mekanisme atau prosedur yang dilakukan oleh KPU,” urainya.
Kemudian terhadap pokok-pokok permohonan lalu dilakukan mediasi, permufakatan antara pihak penyelenggara maupun peserta.
Jika tidak dapat dilakukan, maka Bawaslu mempunyai kewajiban mengeluarkan keputusan.
“Melalui mekanisme adjudikatif, kuasa yudisial,” pungkasnya.
Dalam kaitanya dengan penegakkan hukum Pemilu, salah satu kewenangan mahkota yang dimiliki oleh Bawaslu, Bawaslu Provinsi, dan Bawaslu Kabupaten/Kota adalah kewenangan dalam pencegahan dan penyelesaian sengketa proses Pemilu yang dilakukan melalui prosedur mediasi dan adjudikasi secara profesional, transparan, dan akuntabel.
Disamping itu, penyelesaian sengketa proses Pemilu secara represif melalui peradilan administrasi Pemilu dan peradilan penyelesaian sengketa Pemilu dengan produk berupa putusan yang wajib ditindaklanjuti oleh KPU.
Penguatan kewenangan ini kemudian disebut dengan wewenang quasi-judicial Bawaslu.
Penguatan eksistensi ini senafas dengan tuntutan publik akan hadirnya suatu lembaga pengawas Pemilu yang kehadirannya secara fungsional mampu untuk menegakkan keadilan pemilu (electoral justice).
Pada gilirannya dapat mewujudkan terselenggaranya pelaksanaan Pemilu berdasarkan asas jujur dan adil. (yon)