Scroll ke bawah untuk melanjutkan
Koran Banjar
Koran Banjar
DPRD Banjarbaru

Catatan MTQ XLII Li Syi’aril Islam Cintapuri Darussalam

Avatar
468
×

Catatan MTQ XLII Li Syi’aril Islam Cintapuri Darussalam

Sebarkan artikel ini

LPTQ Kabupaten Banjar dibawah periode kepemimpinan H Saidi Mansyur (yang juga Wabup Banjar) dan Drs H Izzuddin, M.Ag (Kakankemenag Kab Banjar), dalam pelaksanaan MTQ XLII  terus berbenah, dengan mengusung Li Syi’aril Islam yang merupakan “restu dan amanah” abah guru sekumpul H Zaini Abdul Ghani, bahwa kegiatan MTQ  yang walaupun bernuansa “perlombaan” tetapi harus lebih menonjolkan “syi’ar Islam melalui al Qur’an”.

Pembenahan itu antara lain, merekrut dan regenerasi dewan hakim MTQ, merekrut dan melatih announcer MTQ, system standard MTQ Nasional, dan lain-lain.

Advertisement
Koran Banjar
Scroll ke bawah untuk melanjutkan

Rekrutmen dewan hakim MTQ, sangat perlu karena dewan hakim MTQ yang ada kebanyakan sebagian besar berasal dari kabupaten lain atau provinsi, disamping itu sebagian sudah lansia, sehingga perlu regenerasi dan mengakomodir LPTQ Kecamatan.

Demikian pula announcer, kebanyakan adalah pemain-pemain lama dan itu-itu juga, sehingga perlu merekrut tenaga baru dan segar, disamping itu perlu mengakomodir dari seluruh LPTQ Kecamatan Kabupaten Banjar.

Untuk penerapan sistem standar MTQ Nasional, LPTQ Kabupaten Banjar sudah mulai melakukannya tiga tahun terakhir ini, diantaranya dengan menggunakan rekam sidik jari, sehingga peserta asli terhindar dari digantikan “joki”. Disamping itu, data identitas diri peserta menggunakan digital data scan, sehingga official, peserta dan panitia tidak repot membawa dan mengumpulkan berkas fisik, karenanya lebih praktis, mudah dan cepat. Beberapa hari sebelum pelaksanaan MTQ, dilakukan verifikasi peserta, sehingga panitia lebih fokus pada  pelaksanaannya saja lagi.

Kecamatan Cintapuri Darussalam sebagai tuan rumah MTQ ke XLII 2018 merupakan kecamatan pemekaran dari Kecamatan Simpang Empat. Ini merupakan “intervensi” Pemkab Banjar untuk mengenalkan kecamatan barunya. Sebuah cara yang efektif, karena seluruh peserta MTQ adalah berasal dari LPTQ seluruh Kecamatan Kabupaten Banjar. Itu terlihat pada waktu pembukaan, rata-rata peserta pawai ta’aruf membawa kafilah lebih dari 100 orang yang terdiri dari peserta kafilah inti dan penggembira, bahkan dari Kecamatan Martapura Barat membawa 500 lebih peserta, sehingga bisa dikatakan, dalam satu kali kegiatan, masyarakat Kabupaten Banjar mengetahui,  mengenal dan mengunjungi kecamatan baru yatiu Kecamatan Cintapuri Darussalam.

Akan halnya kafilah yang datang, masing-masing telah mempersiapkan diri dengan sebaik-baiknya. Sebagai contoh, Kafilah Beruntung Baru, dengan dukungan penuh camat dan KUA, sejak  Januari 2018 secara intensif 2 sampai 3 kali seminggu menyelenggarakan pelatihan kader tilawah dengan menghimpun para qori dan qoriah dari seluruh desa dengan rekomendasi dari Kepala Desa masing-masing, dan selama tiga hari mendekati pelaksanaan MTQ melaksanakan Training Centre kepada para utusan peserta.

Ada yang unik dan ada ciri khas dari setiap pelaksanaan MTQ di Kabupaten Banjar ini, yaitu tiap kafilah, dewan hakim, dan panitia diinapkan dirumah-rumah penduduk setempat. Tidak saja dari luar Kecamatan Cintapuri Darussalam,  bahkan kafilah tuan rumah sendiri juga diinapkan di pondokan lokasi penyelenggaraan. Inilah “bentuk bil hal li syi’aril Islam”, adalah tuan rumah pondokan. Rumah pribadi yang pada waktu biasa, tidak bisa orang luar bisa masuk sampai ke ruang yang sangat pribadi seperti kamar tidur, dapur dan kamar MCK, dipersilahkan untuk “diambil alih”.

Penerimaan kafilah dipondokan tidak basa basi, mereka seperti menerima keluarga yang lama tidak bertemu karena terpisah sekian lama, sehingga silaturahmi dan ukhuwah Islamiyah terjalin. Kaum kerabat dan keluarga tersambung kembali, karena ternyata sejauh pengalaman penulis mengikuti MTQ di Kabupaten Banjar ini, suku banjar adalah perantau di dalam provinsi maupun luar provinsi, sehingga setelah saling berkenalan, ternyata diantara peserta kafilah dengan tuan rumah pondokan ada kaum kerabat dan keluarganya, lalu saling menanya kabar. Menelusuri lagi kaum keluarga handai taulan yang lama tidak berjumpa, bertukar informasi dan nomor telepon, dan saling undang untuk suatu saat dan kesempatan agar berkunjung dan singgah.

Saking terbukanya, bahkan silsilah keluarga dibeberkan. Tuan rumah pemondokan kami, dengan tanpa ragu mengatakan, bahwa kakek nenek mereka adalah orang tionghoa asli, tanpa kekhawatiran sama sekali, karena mungkin merasa ukhuwah Islamiyah telah merekatkan tanpa membedakan suku, status sosial, budaya dan adat istiadat.

Adalah pemilik rumah sebelah kami, beliau tidur diluar demi menjaga suplay air dari sumur yang pipanya berjarak 300 meter ke tandon air supaya air selalu tersedia untuk keperluan MCK tamu pondokan kafilah, menjadi guide ziarah makam wali, bahkan membantu ke bengkel ban mobil kafilah yang bocor dan lain-lain. Terlalu banyak kalau semua diungkapkan ditulisan ini. Semua itu kalau tanpa keikhlasan dan ukhuwah Islamiyah takkan mungkin terjadi, semua berperan, sekecil apapun, sebagai kebaikan dan dicatat malaikat menjadi pahala yang hanya Allah yang mampu membalasnya.

Yang sangat perlu diapresiasi adalah panitia dan tuan rumah, nama-nama seperti Ahmad Nisfuawi, Miftahuddin, Syahmiran, Mulkani dan lain-lain, yang kalau kita sebutkan akan menjadi deretan nama yang panjang dari LPTQ Kab Banjar yan merupakan orang-orang dibalik suksesnya MTQ XLII, yang mulai perencanaan, persiapan, pembukaan, pelaksanaan, penutupan, sampai pertanggungjawaban kegiatan.

Demikian juga tuan rumah, Camat H Suyitno, S.Sos, MAP beserta jajarannya, kepala desa beserta jajaran dan warganya, kepolisian, koramil, puskesmas, ibu-ibu dapur umum, pendistribusi konsumsi, para pemuda yang berjaga di setiap jalan  dan lain-lain, semua berperan serta aktif, antusias, bekerja cerdas dan keras, ramah dan santun, menjadi tuan rumah yang baik melayani tamu yang datang bagaikan keluarga sendiri. Suasana ini mirip sekali dengan suasana ketika haul guru sekumpul beberapa waktu yang lalu, mereka mengutamakan tamu dibanding mereka sendiri. Apa saja yang dibutuhkan tamu yang sewajarnya, dibantu dan dilayani dengan baik.

Pada hari-hari berjalannya MTQ, di sore hari camat dan aparatnya dengan santai tanpa pakaian formal mendatangi pondokan-pondokan kafilah untuk bersilaturahmi, memantau dan bincang-bincang menanyakan kondisi pemondokan, kesehatan, konsumsi, dan lain-lain. Di hari terakhir MTQ, H Saidi Mansyur (Ketua Umum LPTQ/Wabup Banjar) bersama aparat dan panitia, dengan mengenakan pakaian santai  beranjangsana dan bersilaturahmi mendatangi pondokan, berbincang dan duduk diteras dengan warga pondokan, secara langsung berinteraksi tentang permasalahan dan pelaksanaan MTQ dari yang ringan sampai serius yang tidak jarang ditingkahi dengan gelak tawa dan suasana yang sangat cair.

Sehari sebelum penutupan kegiatan MTQ dilaksanakan Rapat Kerja Daerah LPTQ XXVIII yang merupakan acara rapat kerja, evaluasi dan penetapan tuan rumah MTQ akan datang. Terungkap dalam evaluasi dari pemandangan umum masing-masing utusan LPTQ Kecamatan, antara lain tentang perlu tidaknya dilanjutkan arisan MTQ, kinerja panitia, perubahan jadwal lomba yang menyebabkan ada peserta yang didiskualifikasi, permasalahan pondokan kafilah, dan lain-lain, yang pada intinya semua peserta memaklumi, mengapresiasi dan berterimakasih dengan panitia dan tuan rumah yang telah melaksanakan kegiatan dengan baik. Berhasil ditetapkan tuan rumah yang akan datang adalah Kecamatan Tatah Makmur, dan sebagai cadangan adalah Kecamatan Mataraman dan Sambung Makmur.

Ada anggapan selama ini bahwa apabila menjadi tuan rumah, maka kemungkinan besar menjadi Juara Umum. Anggapan tersebut sah-sah saja, karena biasanya tuan rumah menyiapkan diri lebih baik, lebih awal, dan lebih terencana matang. Sebagai tuan rumah yang baik, tidak saja sarana dan prasarana penunjang yang disiapkan, terlebih lagi untuk calon peserta, semua cabang lomba harus terisi, semua potensi dikerahkan. Begitu ditetapkan sebagai tuan rumah, maka sejak itulah sudah mulai dipersiapkan. Berbeda dengan peserta dari Kecamatan lain, biasanya mendekati pelaksanaan baru mempersiapkan diri, contohnya adalah LPTQ Kecamatan Beruntung Baru di atas.

Untuk pelaksanaan MTQ XLII, tuan rumah hanya menempati harapan III, sedangkan yang menjadi juara umum adalah Kecamatan Martapura Barat, sehingga seolah-olah mematahkan anggapan di atas.

Menjadi juara dalam MTQ bukan merupakan tujuan akhir, yang sangat penting adalah proses, karena disinilah (mohon ampun maaf kalau saya salah) li syi’aril Islam yang dimaksudkan oleh abah Guru Sekumpul.

Mari kita amati di pondokan kafilah, anak-anak adalah cerminannya. Kita bisa lebih jauh melihat keseharian para peserta MTQ, dari bangun tidur, ke WC/Mandi, berpakaian, bercermin, makan minum. Secara “otomatis” do’a dan adab melakukannya mengalir begitu saja, shalat dhuha, shalat malam, shalat wajib berjamaah diawal waktu, adab akhlak terhadap orang yang lebih tua, membimbing dan menyayang yang lebih muda, tutur kata santun kepada siapapun. Mereka juga tidak asing dengan apa yang dipunyai dan keinginan sebaya mereka seperti smartphone, headset dan internet, bedanya adalah gadget tersebut terfilter oleh mereka sendiri dari pengunaan ke hal yang negatif. Tambahan yang membedakan adalah isinya kebanyakan tentang al Qur’an dan membawa al Qur’an kecil ke mana-mana. Sambil duduk santai mereka asik dengan hapalannya atau menyimak hasil rekaman.  Pada waktu-waktu senggang tertentu mereka silih berganti saling kunjung mengunjungi bersilaturahmi antar kafilah. Mereka bergaul dalam suasana akrab dan persaudaraan, kadang berdiskusi dan memberi masukan terhadap penampilan antar mereka, padahal mereka sedang bersaing dan sedang berlomba.

Tidak mungkin rasanya keseharian yang mereka lakukan di atas misalnya hanya pada waktu kegiatan MTQ saja, karena jelas terlihat tidak ada keterpaksaan atau di buat-buat. Bocah-bocah itu di waktu luangnya di pondokan kafilah terlihat seperti umumnya anak-anak, asik bercanda, bermain, berlari-larian, berceloteh ramai dengan sebayanya atau anak yang lebih kecil, padahal mereka baru beberapa saat yang lalu ketemu dan kenal. Mereka sama sekali tidak kehilangan dunia masa kecil, masa bermain dan keriangan.

Mungkin sebagian kita menganggap perhelatan MTQ, STQ, atau Festival Anak Saleh adalah perhelatan rutin tahunan, lumrah dan biasa-biasa saja. Kita mungkin tidak menganggap penting ada rangkaian kegiatan yang terstruktur, telaten, dan membutuhkan ketekunan, kesabaran, dan keteladanan. Anak yang tampil dipentas lomba, sudah melalui proses  tahapan yang panjang. Tidak hanya diri yang bersangkutan, ada pelatih, ada ustadz, ada dukungan orangtua, sedangkan hasil dari lomba adalah konsekuensi logis saja dari semua itu. Apapun hasilnya, menang ataupun kalah tidak menjadi soal, karena tujuan akhir bukan itu.

Anak-anak peserta MTQ tentu saja tidak semua menjadi Juara secara formal perlombaan, tetapi mereka tetap juara di bidang yang semestinya diinginkan semua orang Islam, orangtua muslim, keluarga muslim, yaitu -anak-anak yang Insya Allah- adalah anak-anak yang saleh dan salehah.

Dan bagi rumah penduduk setempat yang dijadikan pondokan kafilah, adalah keberkahan, karena di rumah-rumah tersebut hampir 24 jam saling bersahut-sahutan orang mengaji, mengkaji tafsir dan berlatih seni baca tulis al Qur’an dengan suara yang fasih, tartil dan merdu. Lima waktu shalat sangat semarak, shalat berjamaah di pondokan, mushalla, dan masjid, sehingga paling tidak selama penyelenggaraan MTQ, bumi Cintapuri Darussalam menjadi syurga di bumi. Sesuai dengan nama ujungnya, “Darussalam” adalah salah satu nama syurganya Allah. ([email protected])

Protes RUU Anggota Parlemen Menari Perang Prabowo Ajak Puasa 5 Tahun KPK Lelang Barang Koruptor Gus Miftah Meminta Maaf Gus Miftah Ejek Penjual Es Teh