HARI Anak Sedunia pertama kali diumumkan oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada tahun 1954. Di berbagai negara, umumnya Hari Anak Sedunia jatuh pada 20 November. Tujuan peringatan Hari Anak Sedunia di antaranya untuk menyadarkan dan mengingatkan orang tua maupun pemerintah terhadap hak setiap anak mendapat pendidikan dan bersekolah. Lantas, bagaimana nasib anak yang menggantungkan hidupnya di jalanan?
FITRIANA HANDAYANI, Banjarmasin
“Aku ingin jadi tentara.” Begitulah tutur polos yang keluar dari bibir mungil Yuda, yang sehari-harinya mengamen di jalanan. Dengan sebuah gitar butut, bocah berusia 7 tahun itu mengamen bersama kakak kandungnya, Yandi.
Setiap harinya dari pukul 8 pagi, mereka berdua mengamen menyisiri warung-warung makan di Banjarmasin.
Itu harus mereka lakukan karena keduanya terlahir dalam keluarga yang serba berkecukupan. Ayah Yuda bekerja serabutan. Sementara sang ibu, bekerja sebagai buruh cuci pakaian.
Nasib tak senyaman anak pada umumnya harus dialami Yuda. Bahkan ia pun harus rela memendam keinginan bersekolah karena keterbatasan biaya orangtua.
Saat ditemui penulis di salah satu warung makan di Jalan Sukaramai, Banjarmasin, Rabu (20/11/2019), Yuda mengaku rutinitasnya mengamen setiap hari tidak dipaksa pihak siapapun, termasuk orangtuanya.
“Aku hanya ingin sekolah kak, aku mau jadi tentara,” ujarnya kepada penulis.
Lantaran cita-cita itulah, Yandi selalu menemani dan membantu sang adik mengamen setiap hari.
Pria 27 tahun itu mengaku akan selalu berusaha keras mencari uang demi bisa menyekolahkan adik-adiknya. Bahkan ia harus menyewa motor seharga 15 ribu rupiah per hari agar perjalanannya mengamen ke tempat-tempat ramai bisa ditempuh lebih cepat. Maklum, Yuda dan Yandi bersama saudara serta orangtuanya tinggal di Kelurahan Sungai Jinggah, Banjarmasin.
“Perjalanan dari rumah menuju ke sini (Jalan Sukaramai) jauh. Sedangkan di sini orangnya selalu ramai. Kadang bila ramai, sehari itu saya (bersama Yuda) bisa dapat uang Rp 80 ribu. Uangnya dikumpulkan untuk sekolah Yuda dan Elvy (adik perempuan Yandi), sebagiannya buat bantu ibu,” ujar Yandi.
Yandi bercita-cita menyekolahkan Yuda dan Elvy tahun depan. Elvy yang berusia 8 tahun saat ini juga belum sekolah. Bahkan terkadang ia juga ikut mengamen.
“Meskipun sekolah Yuda dan Elvy tertunda, tapi saya yakin saya bisa menyekolahkannya. Saya sebagai tulang punggung keluarga harus berusaha agar dia bisa seperti orang sukses nantinya. Jadi dia tidak harus ikut ngamen lagi,” ucapnya. (mj-28/dny)