Tak Berkategori  

Berbekal Resep dari Internet, Jimin Memulai Usaha Berjualan Pentol Ikan di Siring Pagatan

Pantai Siring Pagatan merupakan salah satu destinasi wisata di Tanah Bumbu yang masih menjadi pilihan. Letaknya yang berada di pinggir jalan provinsi membuatnya mudah dijangkau oleh pengunjung yang sengaja ingin ke pantai atau yang sekedar lewat dan singgah sambil melepas penat sambil melihat laut lepas. Melepas penat tentu lebih nikmat jika sambil bersantap, apalagi makanan khas daerah setempat.

Tanah Bumbu, Siti Muhasanah

Pengunjung yang ramai dan para pelancong yang singgah hendak melepas penat ini tentunya menjadi berkah tersendiri bagi para pedagang yang berjualan di kawasan wisata ini. Beberapa jenis makanan dijual disini, seperti pentol ikan khas Pagatan, jagung bakar dan masih banyak lagi.

Sambil rehat ketika hendak pulang ke kampung halaman, saya singgah ke salah satu penjual pentol ikan. Namanya Jimin, pria berusia 43 tahun ini sehari-hari berjualan pentol ikan hasil olahannya sendiri. Berbekal pengetahuan hasil dari browsing di internet, ia memulai usahanya yang sudah ditekuninya sejak kurang lebih 3 tahun yang lalu ini. Berangkat dari Ngawi dan merantau ke Kalimantan Selatan, ia berwirausaha di tengah penduduk yang mayoritas bersuku bugis ini.

“Di google tu ‘kan enak, mba. Tinggal ngomong ‘bumbu baso pentol ikan’ nanti muncul disitu resepnya, tinggal pilih aja, gampang kok bikinnya,” ujarnya dengan santai.

Saya yang mengira beliau mengambil pentol dari produsen dan menjualnya kembali pun cukup kaget karena beliau ternyata membuat sendiri pentol ikan yang menjadi salah satu makanan khas Pagatan ini.

Jimin biasanya berjualan dari pagi jam 09.00 hingga jam 18.00, tergantung cuaca hari itu. Ia tak ingin memaksakan diri saat cuaca buruk, ia lebih baik memilih mengurangi jam kerjanya.

“Resepnya saya pakai perbandingan ya mba, sebelumnya juga saya milih-milih dulu resep mana yang sekiranya cocok. Ikannya saya pakai ikan parang-parang. Untuk mengolah saosnya juga ada disitu sekalian, jadi sepaket gitu. Kalau pakai ikan tenggiri mahal mba, bisa nyampe Rp40.000 sekilonya. Kalau parang-parang ini Cuma Rp20.000, tapi sekilonya nggak bisa jadi satu kilo adonan mba, paling cuma 7 ons, karena harus dikurangi kepala dan kotorannya,” ujarnya dengan logat jawa yang kental.

Saat pengunjung sedang ramai, Jimin bisa mendapatkan penghasilan hingga satu juta dalam sehari. Meskipun tidak setiap hari, seperti orang jualan umumnya, ada saatnya laku keras ada juga saatnya sepi pembeli. Selain menjualnya secara eceran perbutir pentol ikan, Jimin juga menyediakan satu bungkus pentol ikan beku yang dibandrol dengan harga Rp45.000 yang berisi 50 butir pentol ikan.

Jimin mengaku juga harus sering mengganti payung yang ia gunakan untuk berteduh saat berjualan karena angin pantai yang bertiup sangat kencang membuatnya menjadi sangat cepat rusak.

Setidaknya ia harus menggantinya setiap tiga bulan sekali, dengan harga yang cukup mahal yakni Rp250.000, Jimin tampak pasrah karena ini merupakan salah satu risikonya berjualan di pinggir pantai yang notabene memang memiliki hembusan angin yang kencang.

“Di Siring ini mba, hujannya yang menakutkan. Hujan kalau cuma hujan aja nggak apa-apa tapi anginnya itu yang bikin ngeri. Jadi, itu juga yang membuat payung saya jadi cepet rusak. Ini saya tutup dulu ya mba, anginnya kenceng banget soalnya,” ujarnya meminta izin sembari menutup payungnya yang terlihat sobek-sobek dan warnanya mulai memudar.

Saat langit mulai terlihat mendung dan tertutup awan gelap, Jimin terpaksa harus pulang lebih awal karena takut dengan angin kencang yang bisa saja membuatnya celaka atau membuat gerobak dagangannya morat-marit disapu angin.

Disamping itu semua, ia tetap gigih mencari nafkah untuk keluarganya di rumah, ditengah-tengah raminya pengunjung pantai, ia berharap dagangannya selalu laku dan habis terjual.(*)