Bawaslu Banjar Gelar Sidang yang Dinilai Cacat Formil dan Materil

Sidang yang digelar Bawaslu Banjar dihadiri pihak terlapor dan Kuasa Hukum, Yusuf Ramadhan (tengah). (foto: kiriman)
Sidang yang digelar Bawaslu Banjar dihadiri pihak terlapor dan Kuasa Hukum, Yusuf Ramadhan (tengah). (foto: kiriman)

Terkait dengan sidang kasus permohonan administrasi di Bawaslu Kabupaten Banjar yang memperkarakan PPK di 5 kecamatan, Kabupaten Banjar, Kuasa Hukum dari 5 PPK, Yusuf Ramadhan menilai bahwa sidang  yang digelar Bawaslu Banjar cacat formil dan materil.

BANJAR, koranbanjar.netSidang  yang digelar Bawaslu Banjar memasuki babak lanjutan dengan agenda jawaban termohon dan alat bukti, Senin (18/3/2024). Kuasa Hukum PPK di 5 Kecamatan, Yusuf Ramadhan melakukan sanggahan terhadap persyaratan formil dan materil hasil kajian Bawaslu Kabupaten Banjar.

Yusuf Ramadhan kepada koranbanjar.net, Senin (18/3/2024) dalam pers rilis menegaskan, dari persidangan awal sangat kuat landasannya yakni dalam Laporan Nomor 001/LP/PL/Kab/22.04/03/2024 yang diterima Bawaslu Kabupaten Banjar dengan pelapor Hairul Patarujali, dalam hal ini sama sekali tidak menjelaskan hubungan antara kepentingan pelapor dengan pokok perkara yang dilaporkan.

“Dengan kata lain tidak ada sangkut paut antara kepentingan pelapor dengan pokok perkara yang dilaporkan atau tidak memenuhi legal standing sebagai pelapor,” ujar Yusuf.

Kendati berdasarkan ketentuan Pasal 8 ayat (2) Perbawaslu 7/2022 kategori Pelapor adalah salah satunya WNI, sambungnya, namun tidak semua jenis dugaan pelanggaran pemilu yang dapat dikategorikan sama (dalam hal kedudukan pelapor).

Hal ini selaras dengan putusan pelanggaran administrasi yang disadur pelapor, putusan Bawaslu RI Nomor : 047/LP/PL/ADM/RI/00.00/V/2019, dalam putusan tersebut pelapor berkedudukan sebagai pihak yang dirugikan yakni salah satu Caleg DPRD Provinsi yang memberikan kuasa kepada Kantor Hukum. Sehingga pelapor dalam laporan a quo tidak memiliki legal standing/tidak memiliki kepentingan langsung atas peristiwa yang dilaporkan.

Selain dari sisi formil, aspek materil pun cacat, kata Yusuf. “Syarat materil laporan dalam 15 ayat (4) Perbawaslu 7 Tahun 2022 adalah : waktu dan tempat kejadian dugaan pelanggaran pemilu, uraian kejadian dan bukti. Bahwa ketentuan dimaksud diatur secara komulatif, artinya ketiga unsur syarat materil tersebut harus dipenuhi secara bersamaan, namun dalam laporan a quo, pelapor tidak dapat menguraikan kejadian dugaan pelanggaran dimaksud secara spesifik.

Yusuf menambahkan, pelapor hanya mendalilkan adanya ketidaksesuaian antara C Hasil DPR dengan D Hasil Kecamatan DPR. Pelapor tidak menguraikan kronologis tata cara, prosedur, atau mekanisme apa yang dilanggar para terlapor. Sehingga terjadi perubahan perolehan suara tersebut sebagaimana dalil pelapor.

“Secara spesifik Pasal 1 angka 32 Perbawaslu 8 Tahun 2022 memberikan pengertian bahwa Pelanggaran Administrasi Pemilu adalah pelanggaran terhadap tata cara, prosedur, atau mekanisme yang berkaitan dengan administrasi Pemilu dalam setiap tahapan penyelenggaraan,” tambahnya.

Kemudian, mengacu pada PKPU 5 Tahun 2024, utamanya pada ketentuan Pasal 10 sampai dengan Pasal 25 yang mengatur tata cara, prosedur, atau mekanisme Rekapitulasi Tingkat Kecamatan, dalam Laporan a quo sama sekali tidak ada satu pun dalil pelapor yang mengarah pada perbuatan para terlapor melanggar ketentuan Pasal dimaksud.

Sementara itu, Pakar Hukum Tata Negara dari Fakultas Hukum ULM Muhammad Erfa Redhani mengatakan, dalam proses penyelesaian pelanggaran administrasi pemilu, kajian awal itu produk yang digunakan untuk menjustifikasi bahwa laporan/temuan atas dugaan pelanggaran administrasi itu dapat diregister. Tetapi, bukan berarti kajian awal itu selalu akan sama dengan putusannya.

Terpisah, Pakar Hukum Administrasi dari ULM Ahmad Fikri Hadin mengatakan berdasarkan Pasal 15 Perbawaslu 7 Tahun 2022 telah secara tegas memberi ruang kepada Pengawas Pemilu untuk melalukan kajian awal kepada setiap laporan yang masuk, apabila ada perbaikan ke depan berdasarkan asas contrarius actus dapat melakukan perbaikan.

Praktisi hukum DR. Gt. Wardiansyah berpandangan, berdasarkan prinsip hukum apabila syarat formil dan materil cacat maka gugur pokok perkaranya.

“Memungkinkan saja apabila majelis berpandangan lain karena implementasi dari prinsip kehatian-hatian, sehingga keberanian majelis lah yang ditunggu untuk memutuskan hal tersebut karena keyakinan cacat formil dan materilnya kuat,” kata Wardiansyah. (sir)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *