Bawaslu Banjar Akui Penggelembungan Suara “Tak Terbaca”

Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kabupaten Banjar telah mengakui, penggelembungan suara yang dibuktikan Mahkamah Konstitusi (MK) melalui putusannya pada Jumat, (19/3/2021) terjadi di Kabupaten Banjar, sama sekali tidak terbaca pada proses Pilgub Kalsel di Kabupaten Banjar.

BANJAR, koranbanjar.net – Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kabupaten Banjar, Faheri Tamjidillah mengakui, dugaan penggelembungan suara yang dibuktikan pasangan Gubernur dan Wakil Gubernur Kalsel, Denny–Difri di MK, sama sekali tidak terbaca oleh pengawas pada waktu sebelumnya.

“Kita akui tidak terbaca, terus terang, kecurigaan adanya penggelembungan suara itu kan ketika ada proses di sidang MK, adanya surat pernyataan dari salah satu anggota Komisioner KPU, dan adanya rekaman suara. Itulah yang membuat majelis MK memutuskan adanya penggelembungan suara,” ujar Fajeri saat dihubungi koranbanjar.net, Minggu malam, (20/3/2021).

Setelah kesaksian dan bukti adanya surat pernyataan dari anggota Komisioner KPU dan rekaman suara itu terkuak di sidang MK, pihaknya langsung menggelar rapat internal. “Kami sempat rapat internal, apakah bisa kembali lagi dikaitkan dengan tindakan pidana. Tetapi Gakumdu kan sudah bubar, dan itu ranahnya MK,” ujarnya.

Ditegaskan, saat proses Pilkada berlangsung, pihaknya sudah melakukan pengawasan sangat ketat. “Kita sudah melakukan pengawasan ketat, baik di tingkat TPS, rekap kecamatan sampai rekap kabupaten. Ketika KPU melakukan rekap dengan menggunakan Si Rekap, kita juga merekap dan punya Si Waslu. Hasil rekap kita sanding dengan jajaran kecamatan, bahkan direkap secara manual, tidak ada sama sekali temuan penggelembungan. Begitu pula saat proses oleh PPS, tidak ada yang menyampaikan penggelembungan,” jelasnya.

“Kilas balik, Pileg 2019 kelihatan sekali penggelembungan terjadi di Karang Intan. Ini kelihatannya, penggelembungan yang dicurgai karena adanya surat pernyataan Komisioner KPU dan saksi rekaman suara yang meyakinkan mahkamah konstitusi,” ujarnya.

Oleh sebab itu, menurut Fajeri, pihaknya tidak pernah melakukan pembiaran dalam konteks pengawasan. Ada beberapa hal yang sempat tidak dapat mereka ketahui selama proses Pilkada berlangsung. Contoh lain, kotak suara didrop tanpa sepengetahuan Bawaslu Banjar. “Eloknya setiap logistik dikirim mestinya dilaporkan ke kami (Bawaslu) dan polisi. Ini polisi saja tidak tahu, bagaimana kami disebut membiarkan,” tutupnya.

Terkait dengan hal itu, salah satu Komisioner KPU Kabupaten Banjar, Abdul Muthalib saat dihubungi untuk dimintai konfirmasi, tidak dapat memberikan keterangan. “Saat ini domain Ketua (Ketua KPU) pemberi keterangan,” tulisnya melalui pesan online.

Selanjutnya, ketika koranbanjar.net mengubungi Ketua KPU Banjar, Muhaimin juga tidak dapat terhubung.(sir)

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *