MARABAHAN, koranbanjar.net – Kabupaten Barito Kuala (Batola) bakal menjadi tuan rumah dalam rangkaian acara Peringatan Hari Pangan Sedunia (HPS) ke-38 pada Oktober 2018 nanti.
Pada pelaksanaannya nanti, daerah yang menjadi tempat kegiatan diperhitungkan akan menjadi ramai. Mengingat puncak peringatan berisi beragam kegiatan dan pameran yang diikuti ratusan stand mulai dari kementerian / lembaga, BUMN, pemerintah daerah, organisasi internasional, perusahaan swasta bidang pertanian, stand alsintan, serta bazar dan tempat kuliner yang dapat mendatangkan transaksi perdagangan.
Bahkan kabarnya, puncak peringatan HPS nanti akan dihadiri Presiden RI, Joko Widodo.
Untuk itu, Pemkab Batola memilih lokasi lahan pertanian Desa Sungai Rasau Kecamatan Cerbon sebagai tempat kegiatan panen.
Sekretaris Jenderal Prasarana Sarana Pertanian (PSP) Kementerian Pertanian, Abdul Madjid mengatakan, rencana pemerintah pusat untuk Batola tak sebatas pelaksanaan HPS. Namun lebih dari itu, untuk dijadikan sebagai pilot percontohan penanganan corporite panen berbasis mekanis.
Dalam kaitan itu, Abdul Madjid menyebutkan,
diperlukan segera klarifikasi lahan lebih dari 400 hektar untuk pengelolaan pertanian. “Ini merupakan tantangan sekaligus peluang,” ujarnya dalam pertemuan pembahasan persiapan HPS ke-38 di Aula Mufakat Kantor Bupati Batola, Selasa (27/2).
Sementara Sekretaris Daerah Kabupaten Barito Kuala (Sekdakab Batola), Supriyono menambahkan, pada dasarnya persiapan pelaksanaan HPS di Batola ini sudah dimulai sejak Ditjen PSP Kementan mengunjungi Batola pada 5 Januari 2018 lalu. Namun, secara intensif baru dilakukan sejak tiga minggu terakhir.
Menyangkut optimasi lahan, sebut Supriyono, sudah dikomunikasikan dengan pihak grassroad masyarakat Sungai Rasau. Namun, ada dua permasalahan yang terjadi di masyarakat, yakni masalah sosial kemasyarakatan dan masalah selera makan.
Supriono melanjutkan, untuk masalah sosial kemasyarakatan, awalnya, para petani menganggap dengan adanya acara Peringatan HPS nantinya mereka bakal kehilangan sawah. Namun setelah dijelaskan melalui surat bahwa lahan tetap milik petani dengan bersertifikat gratis serta padi juga tetap hak milik, masyarakat pun bisa memahaminya.
Sedangkan terkait selera makan, menurut Sekda, masyarakat setempat yang sehari-harinya terbiasa mengkonsumsi beras dari padi lokal, ketika ditawarkan membudidayakan padi unggul, awalnya menolak. Namun, setelah dijelaskan padi unggul adalah termasuk padi lokal seperti padi siam unggul, masyarakat pun sedikit melunak.
Walaupun penjelasan tersebut masih belum bisa diterima sepenuhnya serta masih terdapat pro dan kontra. Sekda berkeyakinan pro dan kontra itu akan bisa diatasi dengan mengintensifkan komunikasi dari pihak terkait termasuk pihak koramil setempat. (dny)