ARANIO – Pengusaha maupun petani ikan yang menggunakan jala apung di wilayah waduk Riam Kanan, Kecamatan Aranio, Kabupaten Banjar, terancam gulung tikar. Pasalnya, air waduk Riam Kanan yang digunakan para penambak ikan di sana, disinyalir sudah tercemar zat e-coli (zat yang mengandung bakteri) dengan kadar yang cukup tinggi. Dugaan ini terungkap berdasarkan hasil pengambilan sampel yang dilakukan.
Kesling Puskesmas (Kesehatan Lingkungan) Kecamatan Aranio, pada Agustus 2017 lalu, yang dibawa ke laboratorium, air menunjukan bahwa air di Riam Kanan sudah tidak layak konsumsi. Jika benar, air waduk Riam Kanan bukan hanya tidak bisa digunakan untuk tambak ikan, tetapi untuk dikonsumsi masyarakat pun juga sudah tidak layak.
Zat e-coli (escherichia coli) adalah sejenis dari bakteri yang dapat masuk ke dalam makanan.
“Berdasarkan hasil pengambilan sampel air yang kami bawa ke laboratorium, air di waduk Riam Kanan ini sudah mengandung e-coli (bakteri) dengan kadar 1.800. Normalnya, air yang bisa dikonsumsi itu mengandung zat e-coli harus di bawah 50,” ungkap Petugas Puskesmas Aranio, Aranio Izwar saat wawancarai koranbanjar.net, Senin (6/10) kemarin.
Ditambahkan, air yang mengandung zat e-coli dengan kadar 50 itu pun, bisa dikonsumsi dengan syarat harus direbus dulu.
“Kalau kadarnya 50, asalkan direbus dulu, tidak masalah dikonsumsi. Nah, kalau kandungannya sudah mencapai 1.800, meski direbus-pun, apakah bakterinya mati atau tidak, itu perlu diteliti lagi dan bisa berbahaya,” jelasnya.
“Jangan kan untuk minum, untuk tambak ikan saja sudah tidak bisa,” imbuhnya.
Dengan kondisi tersebut, menurut dia, masyarakat dan para pembudidaya ikan keramba apung serta nelayan juga mulai resah. Pasalnya, dugaan tercemarnya air waduk Riam Kanan mengakibatkan merosotnya pendapatan mereka. Dulu, pendapatan petani dan pengusaha tambak ikan bisa mencapai Rp2 sampai Rp3 juta / per satu jala apung. Kini malah rugi.
Dugaan sementara, pencemaran air itu disebabkan adanya tambang tradisional, serta penggunaan zat berbahaya dalam penangkapan ikan, seperti desis dan matador (zat kimia untuk mengeluarkan ikan dari sarangnya).
Zat ini akan mengganggu ekosistem hewan, kemudian rumput kaliandan (sarang dari udang, red) akan mati. Dugaan lainnya, disebabkan penangkapan ikan dengan setrum. Meski hanya menggunakan accu kendaraan, tetapi kalau bertegangan 220 volt ampere, tentu akan membuat ikan mati dari yang besar sampai yang kecil, bahkan telur-telur ikan tidak bisa menetas.
Untuk mengatasi ini, warga setempat berharap pemerintah daerah dapat menertibkan penangkapan ikan yang menggunakan zat-zat berbahaya.
“Jika menangkap ikan menggunakan setrum, maka akan menghentikan ekosistem ikan, itu akan mengakibatkan kematian pada ikan yang kecil, bahkan juga sampai telur ikan pun akan punah,” demikian timpal seorang Pemandu Wisata Waduk Riam Kanan, Kaspul Hadi.
Lebih ironis lagi, keramba apung di Aranio ini menjadi kawasan keramba terbesar ke II di Indonesia, setelah Danau Toba. Sebab di Aranio, banyak pengusaha dan petani yang membudidayakan ikan, hingga mencapai ribuan buah keramba apung.
“Keramba apung di waduk Riam Kanan ini bukan hanya aset desa, tapi juga aset Kaimantan. Ikan dari sini sudah tersebar sampai seluruh Kalimantan. Seperti Kaltim, Kalteng dan Kalbar. Sekarang pendapatan masyarakat dari budidaya ikan keramba apung sudah mulai berkurang, bukan untung, tapi malah buntung,” imbuh aparat pendamping desa setempat, Ahmad Ramadan.(sen)