MARTAPURA – Kasus dugaan perjokian kunjungan kerja anggota DPRD Banjar tahun 2016, kini memasuki babak baru. Kabarnya, Sekda Banjar, Ir Nasrunsyah dan Ketua DPRD Banjar, HM Rusli, MAP sudah menjalani pemeriksaan oleh pihak Kejaksaan Negeri Kabupaten Banjar.
Menurut sumber koranbanjar.net yang dapat dipercaya, dugaan kasus perjokian ini memang sudah memasuki tahap penyidikan. Namun sampai sekarang, diduga belum ada perkembangan berikutnya yang dipublish pihak Kejaksaan Negeri Kabupaten Banjar secara terbuka (setelah beberapa waktu lalu, Kejaksaan Negeri Kabupaten Banjar mengumumkan tahap penyelidikan menjadi tahap penyidikan).
“Memang dari 45 anggota dewan, 44 orang yang sudah diperiksa, tinggal 1 orang yang belum diperiksa. Namun bagaimana hasilnya, kita tunggu saja,” ungkap sumber.
Sementara itu, Kasi Pidsus Kejaksaan Negeri Kabupaten Banjar, Budi Mukhlis saat dimintai konfirmasi tentang perkembangan kasus dugaan kunker anggota DPRD Banjar menyatakan, selama ini pihaknya berjuang keras agar kasus tersebut dapat berjalan sampai ke tahap penyidikan.
“Sekarang kami masih menunggu hasil audit BPKP, mudah-mudahan sebulan kemudian sudah bisa kita ketahui hasilnya,” demikian diungkapkan Budi.
Dia juga membenarkan, bahwa sampai sekarang, 44 anggota DPRD Banjar sudah diperiksa, kecuali 1 anggota DPRD yang sudah meninggal, yakni H Musa.
Dari 44 anggota DPRD Banjar yang sudah diperiksa tersebut, termasuk Ketua DPRD HM Rusli, MAP.
“Sekda Banjar (Ir.Nasrunsyah) sudah saya periksa, Ketua Dewan (HM Rusli MAP) juga sudah kami periksa,” ucapnya.
Di tempat dan waktu yang berbeda, Pengamat Hukum sekaligus Advokat asal Martapura, Supiansyah, SH, MH saat dimintai komentar mengingatkan agar pihak Kejaksaan Negeri Kabupaten Banjar dapat menghormati kerja insan pers dalam menggali informasi.
Menurut dia, semua lembaga, baik kejaksaan, pers, advokat maupun lainnya punya kode etik. Bahkan pers juga dilindungi Undang-Undang dalam setiap melaksanakan tugas.
Bersamaan itu, Supiansyah mengutip UU RI Nomor 40 tahun 1999 tentang pers Bab VIII mengenai Ketentuan Pidana Pasal 18 yang berbunyi, setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan ketentuan Pasal 4 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp500.000.000 (lima ratus juta rupiah).
Adapun Pasal 4 ayat 2 dan 3 berisi ; Ayat 2, terhadap pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pembredelan atau pelarangan penyiaran. Ayat 3, untuk menjamin kemerdekan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi.
“Menurut saya, wartawan yang telah melakukan konfirmasi itu, berarti sudah melaksanakan kode etik dengan benar. Kalau memang tidak benar, tentu wartawan juga tidak akan memuat tulisannya,” tegasnya.
“Wartawan bekerja juga dilindungi undang-undang. Semua ada kapling-kaplingnya, sesuai dengan aturan. Wartawan ‘kan konfirmasi, itu tujuannya untuk mencari kebenaran, itu tidak salah,” pungkasnya.(sai/sir)