Religi  

Tiga Koloni Bekantan Huni Pulau Bakut, Lihat Yang Dilakukan BKSDA dan Adaro

PULAU BAKUT, delta seluas 15 hektar lebih di tengah Sungai Barito, sejak lama dikenal sebagai salah satu wadah bagi habitat kera hidung panjang, yang dinamakan Bekantan (Narsalis Larvatus).

Posisinya berada persis dibawah Jembatan Barito, masuk dalam wilayah administratif Kabupaten Barito Kuala (Batola), Kalimantan Selatan (Kalsel). Saat ini, Pulau Bakut kini mulai berbenah.

Dalam lawatannya ke Taman Wisata Alam (TWA) Pulau Bakut, Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalsel, Mahrus Ariyadi, bersama QHSE Division Head PT Adaro Energy Tbk, Rusdi Husin, Jumat (15/2) lalu, menjelaskan banyak hal tentang perubahan tersebut.

Menurut Mahrus, pihaknya mengupayakan pelestarian habitat Bekantan berbasis partisipasi masyarakat, sekaligus mengetengahkan nilai edukatif kepada para pengunjung.

“Bukan sekadar ikon. Tapi pengunjung bisa secara langsung melihat Bekantan itu seperti apa dan bagaimana kebiasaan primata tersebut. Nilai edukasi itu juga bisa didapat melalui perbedaan tatanan ekologi sepanjang titian ulin, dengan sejumlah variannya,” ujar Mahrus.

Pulau Bakut kini berbenah menjadi Taman Wisata Alam tempat konservasi Bekantan yang dikerjakan oleh BKSDA Kalsel bekerja sama dengan PT Adaro Indonesia (foto: ist/koranbanjar.net)

Untuk menyaksikan Bekantan di Pulau Bakut, pengunjung bisa mengatur jadwal kunjungan pada pagi dan sore hari. Saat pagi, Bekantan mencari makan sedang sore hari, hewan khas itu biasanya akan membahasi tubuh di sungai. Seraya membasahi tubuh, Bekantan sekaligus berjemur dan bercengkerama dengan anggota koloninya.

“Ada sekitar tiga koloni dengan 67 ekor Bekantan yang terdata saat ini. Di Pulau Bakut, kisa juga membangun semacam klinik perawatan untuk Bekantan yang sakit,” kata Mahrus.

Dalam pengelolaannya, kata Mahrus, masyarakat sekitar nantinya akan terlibat aktif, dengan pengawasan dari BKSDA. Untuk itu, proses penyiapan masyarakat sedang dipersiapkan.

Tak sekedar benefit secara ekonomi, mereka juga diharapkan mampu menjadi ujung tombak perlindungan kawasan TWA Pulau Bakut.

Namun, lanjut Mahrus, proses penguatan TWA Pulau Bakut dan upaya mewujudkannya sebagai sanctuary Bekantan, tak lepas dari keterlibatan pihak ketiga, dalam hal ini PT Adaro Indonesia.

“Saya kira, respon Adaro sangat bagus. Sepekan usai kami tawarkan, pihak Adaro langsung menyambutnya,” ujar Mahrus.

Selaras tujuan Adaro, dalam konteks pelestarian lingkungan, QHSE Division Head PT Adaro Energy Tbk, Rusdi Husin mengatakan, sejatinya tawaran BKSDA Kalsel merupakan peluang bagi Adaro untuk terlibat aktif.

Terlebih lagi, Bekantan merupakan ikon dan hanya bisa ditemukan di Kalimantan.

“Ada idiom menarik yang kerap dilontarkan, yaitu bertindak lokal berpikir global. Kerja sama BKSDA Kalsel dengan Adaro, saya kira merupakan implementasi dari idiom tersebut,” katanya.

Kendati berjarak ratusan kilometer dari wilayah produksi PT Adaro, ujar Rusdi, hal tersebut bukan menjadi perhitungan.

“Nilai dasar yang tertanam di Adaro, dengan kelestarian lingkungan sebagai salah satu tujuan, merupakan aspek penting semangat keikut sertaan dalam penguatan TWA Pulau Bakut,” ujarnya.

Selain itu, keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan guna mendongkrak perekonomian mereka, juga selaras dengan misi PT Adaro Indonesia untuk mengembangkan kemandirian masyarakat paska tambang.

Tak hanya menggelontorkan dana senilai Rp 1,8 Milyar lebih, untuk pembangunan fasilitas penunjang di Pulau Bakut, seperti titian ulin sepanjang 650 meter, menara pantau, pintu keluar dan pos penujualan tiket, Adaro juga menyiapkan dana senilai Rp 5 Milyar untuk kerja sama dalam 5 tahun kedepan.

“Kita juga akan terlibat untuk menyiapkan Sumber Daya Manusia (SDM) pengelola, melalui pelatihan-pelatihan,” demikian Rusdi Husin. (adv/ndi)