PUASA MOMEN AKTUALISASI KEIMANAN

Oleh

Ahmad Muradi

(Akademisi UIN Antasari Banjarmasin)

Menurut Bloom (1976) bahwa ada tiga ranah dalam teori hasil belajar, yaitu kognitif, afektif, dan psikomotorik. Ranah kognitif adalah karakteristik manusia yang mampu menggunakan akalnya untuk memperoleh pengetahuan dan memahaminya. Ranah afektif adalah karakteristik manusia yang mencakup minat, sikap, motivasi, konsep diri, nilai, apresiasi, dan sebagainya. Sedangkan Ranah psikomotorik adalah karakteristik manusia yang mampu mengaktualisasikan kemampuannya dalam suatu perbuatan.

Ketiga ranah tersebut saling berkaitan antara satu dengan yang lain. Maksudnya ranah kognitif berupa pengetahuan dan pemahaman akan membentuk afektif seseorang berupa minat, sikap, motivasi, konsep diri, nilai yang dianut dan apresiasi terhadap sesuatu. Selanjutnya ranah afektif ini akan diaktualisasikan dalam perbuatan yang diambil baik berupa ucapan dalam menilai sesuatu atau perbuatan berupa tindakan anggota tubuh.

Misalnya dalam penilaian hasil belajar siswa, guru tentunya akan memperhatikan tiga ranah tersebut di atas. Sejauhmana pengetahuan anak terhadap materi yang disampaikan, bagaimana minat, sikap, dan motivasi anak dalam belajar, serta sejauhmana keterampilan anak dalam melakukan sesuatu yang berkaitan dengan materi pelajaran. Sebagai contoh dalam materi sholat. Dalam penilaian aspek kognitif, guru akan memperhatikan sejauhmana pengetahuan anak didik terhadap sholat. Misalnya mengapa harus sholat. Sementara aspek afektif, guru akan memperhatikan bagaimana sikap anak didik terhadap sholat. Sedangkan aspek psikomotorik, guru akan memperhatikan sejauhmana kemahiran anak didik dalam melakukan gerakan sholat.

Teori Bloom di atas, kalau boleh diadaptasikan dengan termenologi Islam dapat dikatakan bahwa ranah kognitif bisa disebut ilmu (‘ilm), ranah afektif bisa disebut akhlak, dan ranah psikomotorik bisa disebut amal sholeh.

Sebenarnya teori Bloom ini belumlah lengkap, sebab belum menyentuh satu hal penting dalam ajaran Islam, yaitu keimanan atau akidah. Mengapa bisa demikian? Sebab teori Bloom belum mampu mengungkap kepribadian manusia secara utuh dan belum mampu mengungkap rahasia ilahi berupa keimanan seseorang. Bisa saja semua ranah di atas, yaitu kognitif seseorang memiliki IQ yang tinggi; bisa saja afektif seseorang memiliki MQ yang baik; dan bisa saja psikomotorik seseorang mencerminkan perilaku dan tindakan yang baik. Namun, keimanan berupa keyakinan seseorang terhadap Allah yang dimunculkan dengan rasa ikhlas karena Allah adalah hanya diketahui oleh Allah dan yang bersangkutan.

Puasa adalah salah satu ibadah wajib yang cocok untuk menguji tingkat keimanan dan keikhlasan seorang muslim. Sebab puasa tidaknya seseorang yang tahu hanyalah yang bersangkutan dan Allah.

Mereka yang mengaku puasa bisa saja makan dan minum di tempat yang tersembunyi agar orang lain tidak mengetahuinya, namun Allah Maha Mengetahui dan Maha Melihat. Inilah isensi puasa yang sebenarnya.

Puasa adalah imsak atau menahan diri dari yang bisa membatalkan puasa dari terbit pajar hingga tenggelamnya matahari. Selama lebih kurang tiga belas jam setiap harinya orang yang puasa harus menjaga puasa dan keutamaannya. Hanya mereka yang keimanannya kuat akan mampu menjaganya. Inilah pendidikan yang Allah berikan kepada manusia untuk selalu menjaga keimanan dan ketakwaan.

Dalam sebuah hadis qudsi Nabi Saw. bersabda: “setiap amal anak Adam adalah untuknya, kecuali puasa. Sesungguhnya, ia untuk-Ku dan Aku yang akan membalasnya… (HR. Bukhari dan Muslim). Hadis ini mencerminkan hakikat puasa bahwa beramal secara sungguh-sungguh hanya untuk Allah.

Jadi aspek keimanan merupakan kunci sukses seorang muslim di atas aspek lainnya seperti kognitif, apektif, dan psikomotorik. Dan puasa adalah sarana atau media yang tepat untuk mengukur keimanan seseorang. Tentunya hanya Allah yang tahu tentang keimanan dan keikhlasan sebab keduanya adalah berkaitan dengan perbuatan hati.

Bila keikhlasan puasa telah diraih, maka yang bersangkutan berhak sebagaimana yang dijanjikan dalam sebuah hadis Nabi Saw, yaitu: “barang siapa berpuasa Ramadhan karena iman dan mencari ridha Allah maka diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Karena itu menjadi penting bahwa puasa merupakan momen penanaman keimanan yang baik lagi kuat agar semua kemampuan seseorang dalam setiap aspeknya sesuai dengan ajaran Islam. Sebab faktor penentu diterimanya semua aspek di atas adalah keimanan berupa tingkat keikhlasan amal, sehingga akan berhak mendapatkan ridha dari Allah Swt.(*)