Tak Berkategori  

Psikolog: ini Beberapa Pengaruh Munculnya Gagasan Bunuh Diri

PSIKOLOGI, KORANBANJAR.NET – Kasus bunuh diri kembali terjadi, akhir-akhir ini yang marak terjadi adalah fenomena bunuh diri dengan cara gantung diri.

Tidak henti-hentinya kasus bunuh diri ini terjadi baik di kalangan remaja maupun orang yang telah memasuki usia dewasa. Seperti kasus bunuh diri yang dilakukan seorang remaja berusia 14 tahun di Kota Banjarbaru beberapa waktu lalu, dan juga seorang pemuda berusia 30 tahun di Kota Banjarmasin yang nekat mengakhiri hidup dengan cara gantung diri yang diduga kuat dipicu oleh kondisi patah hati melihat dari secarik surat yang ditinggalkannya.

Fenomena bunuh diri dengan cara gantung diri ini menjadi sebuah fenomena yang menarik untuk dikaji dari berbagai sisi, salah satu dair sisi psikologis.

MUNCULNYA GAGASAN BUNUH DIRI

Munculnya ide atau gagasan untuk bunuh diri, seperti yang dijelaskan oleh Psikolog Saulia Safitri, M.Psi kepada koranbanjar.net, Selasa (09/10/2018) ditenggarai sebagai salah satu akibat dari kondisi mental atau psikologis yang sedang terganggu, seperti terjadinya depresi pada individu yang bersangkutan.

Diyakini bahwa lebih dari separuh orang-orang yang mencoba bunuh diri mengalami kondisi depresi dan putus asa, dan diperkirakan sebanyak 15% orang-orang yang mengalami depresi akhirnya bunuh diri (Davison, Neale & Kring, 2003).

“Banyak sekali pemicu atau munculnya motif seseorang untuk melakukan aksi bunuh diri seperti perasaan putus asa terhadap permasalahan yang sedang dihadapi, pembalasan yang dilakukan dengan cara menimbulkan perasaan bersalah pada orang lain, upaya untuk melakukan perubahan atas sebuah kesalahan yang telah dilakukan, menyingkirkan perasaan tidak diterima di masyarakat,  dan lain-lainnya,” ujarnya.

Suatu teori tentang bunuh diri yang didasari penelitian bidang psikologi sosial dan kepribadian menyatakan bahwa beberapa tindakan bunuh diri dilakukan karena keinginan kuat untuk lari dari kondisi yang menyakitkan-penderitaan emosional yang berat yang dirasakan.

“Tidak sedikit pada beberapa kasus bunuh diri, mereka yang melakukan tindakan bunuh diri juga meninggalkan surat wasiat atau pesan yang ditujukan kepada orang-orang yang ditinggalkannya. Beberapa studi menyebutkan bahwa surat atau pesan yang mereka tulis ini bertujuan untuk menunjukkan bukti hebatnya penderitaan yang sedang mereka rasakan hingga akhirnya memutuskan untuk mengakhiri hidup,” jelasnya.

REMAJA DAN PERMASALAHANNYA

Lantas bagaimana fenomena bunuh diri yang dilakukan oleh remaja? Ditinjau dari usia perkembangannya, masa remaja merupakan masa badai dan stres.

Mengapa? Karena masa remaja merupakan masa peralihan dari kanak-kanak menuju dewasa. Di masa ini remaja dihadapkan pada tantangan untuk menemukan siapakah mereka, bagaimana mereka nantinya, dan arah yang hendak mereka tempuh dalam hidup.

“Remaja juga dihadapkan pada peran-peran baru dan status orang dewasa seperti pekerjaan dan urusan romantika.  Oleh sebab itu, perkembangan emosi pada usia remaja juga masih dapat dikatakan belum sepenuhnya stabil seperti yang dikemukakan sebelumnya bahwa masa remaja adalah masa badai emosional,” jelasnya lagi.

Tidak dapat disangkal, lanjutnya, bahwa masa remaja merupakan masa berlangsungnya fluktuasi emosi (naik dan turunnya emosi). Remaja dapat merasa sebagai orang yang paling bahagia di suatu saat dan kemudian merasa sebagai orang yang paling menderita di saat yang lain.

“Mereka bisa saja tidak mengetahui bagaimana caranya mengekspresikan perasaan mereka secara tepat, yang kemudian dapat berakhir pada tindakan bunuh diri,” ujarnya.

Selain perkembangan emosional, Saulia juga menjelaskan bahwa faktor hormon pubertas juga cukup berpengaruh terhadap kondisi mental remaja.  Para peneliti menemukan bahwa perubahan hormonal (pubertas) berkaitan dengan meningkatnya emosi-emosi negatif yang dirasakan remaja.

“Akibatnya, para remaja yang tidak dapat mengelola emosinya dengan efektif menjadi lebih rentan mengalami depresi, kemarahan, kenakalan remaja, penyalahgunaan obat dan lain-lainnya,” katanya.

PENANGANAN DEPRESI PADA REMAJA UNTUK MENCEGAH TINDAKAN BUNUH DIRI

Saulia mengatakan bahwa untuk menangani depresi perlu mengajarkan pentingnya strategi dalam mengelola stres dengan perilaku yang lebih terbuka dan efektif-contohnya berinteraksi atau berbicara lebih lanjut dengan orang lain dan aktif terlibat pada kegiatan-kegiatan positif di masyarakat.

“Selain itu, pentingnya keterlibatan keluarga khususnya orangtua dalam mendampingi anak-anak dan remaja menghadapi permasalahan yang sedang dihadapi dengan tidak mengabaikan perasaan atau peristiwa yang terjadi juga memiliki pengaruh yang cukup baik,” sarannya.

Selain peran orangtua, melibatkan tenaga ahli atau profesional untuk berkonsultasi juga perlu jika memang dibutuhkan. Ini tak hanya berlaku untuk para remaja, tetapi juga orang dewasa karena fenomena bunuh diri ini juga kerap menimpa orang yang usianya sudah cukup matang dan dewasa.(ana)