Tak Berkategori  

Politik “Ngeri-ngeri Sedap”

Oleh Denny Setiawan (Pimred koranbanjar.net)

MENGUTIP istilah yang sering dilontarkan kalangan politisi, “politik itu ngeri-ngeri sedap.” Tadinya, saya agak sedikit bingung dalam menterjemahkan pengertian yang tesirat dalam istilah itu. Namun setelah bergaul di kalangan politisi, satu-persatu pengertian tentang “ngeri-ngeri sedap” itu mulai terurai.

Pengertian saya, dunia politik telah menguji adrinalin seseorang, politik membuat seseorang memiliki kepedulian, kesabaran dan keberanian. Sebaliknya, politik juga membuat seseorang tak mengenal kawan, kejam, bahkan kadang memuakkan.

Politisi bisa mengubah seseorang yang tadinya pemarah menjadi penyabar, kasar menjadi lembut atau egois menjadi sangat care. Begitu pula sebaliknya, otoriter, arogan, pendengki, bahkan saya istilahkan mampu menjadi “pembinasa.”

Nah, karakter akan menentukan langkah seseorang politisi. Kalau dasarnya, politisi itu pemurah, dia akan sering bersikap lembut. Tetapi politisi yang memperoleh kekuasaan dengan otoriter atau secara paksa, dia akan cenderung menjadi penguasa yang arogan.

Lalu bagaimana dengan politisi pemula? Saya pastikan, politisi seperti ini bagaikan penumpang di sebuah perahu (baca partai politik) yang tengah mengikuti arus deras. Apabila penumpang itu menyebabkan perahu goyang dan tak seimbang, dia lah yang paling gampang untuk dilempar ke luar. Tetapi penumpang ini pula terkadang yang paling mudah untuk dimanfaatkan, dikendalikan atau dikorbankan.

Sementara bagi tokoh politik, saya menyebutnya politisi profesional, pertaruhan dalam memenuhi “birahi” politiknya, baik itu jabatan atau kekuasaan, bakan gengsi, persoalan uang sudah tidak menjadi pertimbangan, berapa pun cost yang harus dikeluarkan. Harga diri dan kehormatan menjadi satu-satunya pilihan yang harus dicapai.

Proses memenuhi “birahi” politik dengan berbagai konsekuensi, seperti mempersiapkan dana politik yang berjumlah “waow” , di situlah letak penguji adrenalin yang disebut politisi “ngeri-ngeri sedap.”
NGERI ketika menggelontorkan dana politik tiada batas, SEDAP manakala birahi politiknya tercapai.

Istilah “ngeri-ngeri sedap” saya yakini bukan bagi para politisi pemula. Mereka hanya ikut dan mengekor. Kebutuhan mereka untuk terjun ke politik didominasi desakan oleh keperluan hidup. Prestise untuk memperoleh jabatan hanya bagian lain dari sebuah keberuntungan. Lebih tepat, politisi pemula hanya alat bagi tokoh politik yang memiliki “birahi” lebih besar. Selamat Menikmati Dunia Politik “Ngeri-ngeri Sedap!” (*)