Milad Ke-513 Kesultanan Banjar, Menjaga Informasi Budaya dan Sejarah tidak Terputus

BANJARMASIN – Sejak kebangkitan Banjar 7 tahun lalu, Kesultanan Banjar telah banyak melaksanakan kajian-kajian, seminar-seminar dan pagelaran budaya, baik di dalam dan luar daerah bahkan sampai ke luar negeri.

Sejumlah buku sejarah dan budaya Banjar juga telah diterbitkan oleh Pustaka Agung Kesultanan Banjar, sebagai bagian dari upaya Kesultanan Banjar untuk menghidupkan literasi pada masyarakat sekaligus agar informasi budaya dan sejarah tidak terputus.

Kesultanan Banjar menginginkan agar anak-anak sekolah, siswa dan mahasiswa tidak asing dengan sejarah dan budaya daerahnya sendiri.

Di tengah kemajuan media informasi dan teknologi sekarang, mudah sekali untuk mengetahui hal-hal yang jauh, karena sekarang ini bola dunia terasa sempit. Tetapi hal itu hendaknya diiringi dengan keterikatan dan rasa memiliki terhadap sejarah dan budaya sendiri. Betapa banyak bangsa dan masyarakat maju di belahan dunia lain, ternyata mereka tidak mau tercabut dari akar budaya leluhurnya. Para turis dan peneliti asing yang datang ke negara kita pun pada dasarnya lebih tertarik dengan sejarah dan budaya masa lalu, bukan kepada hal-hal yang bersifat kontemporal sekarang ini.

Demikian kutipan sambutan yang disampaikan Sultan Banjar Sultan Khairul Saleh al-Mu’tashim Billah pada momen Milad ke 513, Kamis malam ini, 12 Oktober 2017 di Masjid Jami Banjarmasin.

Dalam uraian sambutannya pula, Sultan Banjar Khairul Saleh juga menyampaikan Milad ke 513 dilaksanakan dengan shalat Hajat dan Tabligh Akbar, yang merupakan dari rangkaian kegiatan Milad ke-513 Kesultanan Banjar.

Milad Kesultanan Banjar dihitung sejak Pangeran Samudra atau Sultan Suriansyah diangkat menjadi Raja Banjar pada tahun 1520 M, bertepatan dengan tahun 926 H.

“Jadi sampai sekarang usia Kesultanan Banjar sudah 513 tahun dihitung dari Tahun Hijjriyah, dan momentum yang dipilih untuk merayakan Milad ini adalah di setiap bulan Muharram, yang sekaligus merupakan Tahun Baru Islam,” ujarnya.

Milad kali ini mengangkat tema Syahadat ditegakkan, Kesultanandikokohkan, Rakyat dimuliakan, bukanlah perkara yang tiada memiliki makna. Ianya ingin menegaskan bahwa nilai – nilai agama haruslah menjadi pondasi yang kuat bagi kehidupan bangsa Banjar di negeri ini dan dimana pun berada. Kesultanan bertanggung jawab atas amanah untuk menegakkan agama ini sebagaimana sejak berikrarnya, Raja pertama  YM Sultan Suriansyah hingga sultan-sultan berikutnya.

“Tahun lalu dalam rangka Milad ke-512 Kesultanan Banjar, kami melaksanakan puncak kegiatan di Masjid Bersejarah Sultan Suriansyah di Kuin Utara Banjarmasin, yang merupakan masjid pertama dibangun di Kalimantan, dan Sultan Suriansyah adalah sultan pertama yang beragama Islam bahkan beliau menjadikan Islam sebagai agama resmi  di Kesultanan Banjar. Atas jasa beliau dan para ulama di masa itu dan masa-masa selanjutnya, maka kita semua sampai hari ini telah berada dalam naungan akidah dan syariat agama Islam, agama yang dapat membawa kebahagiaan lahir dan batin, agama yang akan mengantarkan kita kepada keselamatan hidup di dunia dan akhirat, amin ya Rabbal Alamin,” jelasnya.

Pada milad ke-513 kali ini, lanjutnya, semua melaksanakan puncak acaranya di Masjid Jami Banjarmasin, yang juga merupakan salah satu masjid tertua di Kota Banjarmasin dan di Kalimantan Selatan, yang cikal bakalnya juga dibangun di masa Kesultanan Banjar.

Kesultanan Banjar masa lalu memang tidak terlepas dari masjid, sebab di masjid itulah dilaksanakan upacara-upacara pengislaman untuk masyarakat dan dari masjid pula dilakukan pembinaan masyarakat, baik dalam ranah ibadah, dakwah, pendidikan dan sosial.

Bahkan Sultan Adam al-Watsik Billah, dalam Undang-Undang Sultan Adam selalu menekankan agar di mana pun masyarakat berada dan membangun pemukiman, beliau selalu berpesan agar membangun masjid dan langgar. Pesan ini tentu sejalan dengan keteladanan Rasulullah saw yang ketika berhijrah dari Makkah ke Madinah, yang pertama beliau bangun juga masjid, yaitu Masjid Quba dan Masjid Nabawi sekarang ini.

Kesultanan Banjar bisa eksis selama berabad-abad yang lampau juga tidak terlepas dari dukungan para ulama dan masyarakat Banjar yang taat beragama, yang dalam kehidupannya tidak terlepas dari masjid. Sebagaimana bahwa bangsa Banjar telah diajarkan untuk saling menyayangi, mengasihi dan menghormati sesama umat manusia sekalipun dalam perbedaan keyakinan sebagaimana Firman Allah SWT dalam Surah Ash Shura ayat ke 15. Dan Sultan pertama pun telah mengajarkan kehidupan berbhineka ini dengan Sumpah Maklumat. “ Wahai rakyatku yang biaju, balandean, jawa, bugis, nang tinggal di gunung, di pantai kalian adalah banjaranku (rakyatku), maka tinggallah dengan damai di bawah perlindunganku”.

Pada  era reformasi, khususnya sejak kepemimpinan Presiden KH Abdurrahman Wahid dan seterusnya, kesultanan-kesultanan Nusantara yang pernah eksis sebelum masa penjajahan dibangkitkan kembali dalam ranah budaya. Karena itu sekarang ini terdapat sejumlah organisasi dan forum silaturahim Kesultanan Nusantara, termasuk di dalamnya Kesultanan Banjar yang dibangkitkan sejak tahun 2010 yang lalu.

Kebangkitan kembali Kesultanan Banjar dalam ranah budaya tidak lain adalah untuk mengangkat sejarah dan budaya Banjar yang selama ini cenderung menjadi batang tarandam. Kerja-kerja budaya hanya dilakukan oleh generasi tua, sedangkan generasi mudanya sudah banyak yang kehilangan identitas budayanya, semakin tergerus oleh budaya asing yang belum tentu sesuai dengan budaya kita Banjar yang bercorak Melayu Islam.

Selama ini Kesultanan Banjar banyak memberikan penghargaan kepada para ulama, sejarawan, budayawan dan cendekiawan Banjar dan luar Banjar yang berdedikasi di bidangnya, termasuk mereka yang membantu kerukunan masyarakat Banjar di perantauan. Di antara gelar yang diberikan adalah Tuan Guru Besar, Datu Mangku Adat, Datu Cendekia Hikmadiraja, Datu Niaga Negeri, Datu Setia Negeri, Datu Natawarga, Anugerah Astaprana dan sebagainya. Namun sekarang ini banyak pula dari mereka yang sudah meninggal dunia.

“Karena itu dalam kesempatan ini Kesultanan Banjar berterima kasih dan turut mendoakan mereka yang telah mendahului kita, di antaranya Tuan Guru Besar Abah Anang Djazouly Seman, Datu Niaga Negeri H Abdussamad Sulaiman HB, Datu Setia Negeri H Ahmad Makkie, Datu Mangku Adat Syamsiar Seman, Datu Mangku Adat Adjim Ariyadi, Datu Cendekia Hikmadiraja Prof Dr Jantera Kawi, Datu Cendekia Hikmadiraja Ideham Zarkasyi, Datu Astaprana Hikmadiraja Anang Ardiansyah dan lain-lain. Kesultanan Banjar berharap kepergian para tokoh tua di atas dapat digantikan oleh generasi yang lebih muda.

“Akhirnya, dengan terselenggaranya peringatan Milad ke-513 kali ini, kami menyampaikan takzim kepada segenap hadirin dan tamu undangan, terlebih khusus kepada Tuan Guru Besar H. Husin Naparin, Lc. MA, Ketua Umum MUI Kalsel yang juga kami percayakan sebagai Mufti Kesultanan Banjar untuk memberikan nasihat-nasihat keagamaan kepada kami dan masyarakat pada umumnya. Begitu juga takzim kami sampaikan kepada segenap pengurus Masjid Jami dan panitia yang telah bekerja keras. Tak lupa kami mohon maaf dan ampun atas segala kekurangan dan kekhilafan.Semoga apa-apa perkara yang kita niatkan dan kerjakan selalu mendapatkan perlindungan dan berkah dari Allah SWT. Amin ya rabbal alamin,” pungkasnya.

Jika syahadat ditegakkan, niscaya iman dan taqwa tertanamkan

Jika Kesultanandikokohkan, niscayaadat terteguhkan,

Jikarakyatdimuliakan, Insha Allah kehidupanbertuahkebaikan

Billahit-Taufiq wal-Hidayah.

Wassalamu’alaikum warrahmatulahi  w abarkatuh