Mau Tahu Hukum Jasa Penukaran Uang Pecahan di Pinggir Jalan? Simak Ulasan Berikut

BANJARBARU, KORANBANJAR.NET – Menjelang Lebaran atau Hari Raya Idul Fitri, ada pemandangan yang lumrah di jalan utama kota-kota besar atau pasar-pasar yakni munculnya jasa penukar uang.

Hal tersebut menjadi ladang rezeki musiman, mungkin juga rutin bagi beberapa orang. Salah satunya Yusri (37) yang mengaku sudah ke-2 kalinya di bulan ramadan ini menyediakan jasa penukar uang baru.

“Ya mumpung mau lebaran ‘kan pasti banyak yang butuh uang baru. Biayanya Rp10.000 untuk pecahan Rp100.000 mas, kalau yang Rp500.000 ke atas bisa dinego,” kata bapak dua anak ini.

Untuk orang-orang yang sibuk dan tidak ingin mengantri berjam-jam di bank hanya untuk menukarkan uang receh, adanya jasa penukaran yang disediakan orang-orang ini tentunya bisa membantu, walaupun ada sedikit biaya jasa atau sebut saja imbalan jasa penukaran.

Sebenarnya pihak Bank Indonesia dan bank-bank lain ikut membantu dalam permasalahan ini, seperti membuka loket khusus dan membuka pos keliling di tempat dan wilayah tertentu untuk penukaran uang baru berbagai nominal tanpa biaya dengan regulasi batasan jumlah tertentu untuk setiap orang.

Namun tahukah anda, adanya fenomena tukar menukar uang tersebut halal ataukah haram? Berikut penjelasan yang berhasil dihimpun koranbanjar.net.

“Tukar menukar uang dengan berbagai pecahan tidak lah haram, asalkan jumlah nominalnya sama. Tetapi akan menjadi riba apabila disyaratkan menukar dengan nominal yang lebih,” jelas Ustadz Muh. Fahriani, S.Pd.I atau yang akrab dipanggil Guru Fahri.

Contohnya, lanjut Guru Fahri, dengan cara niat memberi imbalan atau upah. Seperti Rp100.000 ditukar dengan Rp100.000 uang berbagai nominal pecahan. “Dan sebagai uang imbalan jasa kita memberikan 10 ribu kepada penyedia jasa, hal itu diperbolehkan. Selama tidak ada syarat. Namun akan riba jatuhnya apabila kita menukar Rp100.000 disyaratkan membayar Rp110.000,” imbuhnya.

Guru Fahri menambahkan yang harus dicatat itu adalah akadnya harus dipastikan sebagai upah atau sebagai ucapan terima kasih dan bukan uang kutipan atau uang catutan.

“Uang itu semata-mata imbalan atas jasa mengantri di tempat penukaran uang. Maka akadnya menjadi halal,” tutupnya.(mj-018/ana)