Religi  

Hari Santri, Saatnya Orangtua Melirik Pesantren

BANJARMASIN – Maraknya pemakai obat terlarang dan pergaulan bebas di usia belia menjadi momok menakutkan bagi orangtua. Karena itu, menurut Imam DPD FPI Kalsel, Habib Zakaria Bahasyim, Hari Santri yang diperingati setiap tanggal 22 Oktober, mestinya menjadi momen dan membuat orangtua melirik pesantren untuk membentengi perkembangan anaknya.

“Jalan tepat untuk membentengi anak dari semua itu adalah dengan menyekolahkan mereka ke pesantren,” ucap Habib Zakaria Bahasyim ketika diwawancarai Koran Banjar di kediaman beliau di Jl Pekapuran, Banjarmasin, Jumat (21/10) kemarin. Habib Zakaria Bahasyim mengingatkan, peringatan Hari Santri hendaknya menjadi momentum bagi orangtua untuk memandang lebih ‘dalam’ status
santri.

Karena menurut Habib, ada kecenderungan penilaian miring di masyarakat tentang santri. Yakni, menilai masa depannya kurang cerah. Padahal tidak demikian. “Di pesantren sekarang sudah dilengkapi dengan pelajaran-pelajaran umum, sehingga mereka juga mendapatkan ijazah yang bisa digunakan untuk melanjutkan pendidikan pada tingkat yang lebih tinggi,” ucap Habib.

Pesantren, lanjut Habib, ada bermacam-macam karakter. Ada yang menonjol di ilmu alat, ada yang menonjol di bidang tahfidz qur’an, dan lain sebagainya. “Jadi, tinggal orangtuanya saja lagi. Jika ingin anaknya jadi penghafal Qur’an, masukkan ke pesantren tahfiz Qur’an. Begitu pun yang lain,” jelas Habib.

Kenapa Habib menganjurkan agar anak-anak kita dimasukkan ke pesantren? Karena pesantren menurut Habib, adalah wadah yang kokoh bagi perkembangan pendidikan anak. Kerusakan pergaulan dan maraknya obat-obatan terlarang sangat sulit dibendung jika hanya mengandalkan pengawasan orangtua.

“Dengan dimasukkannya anak kita ke pesantren, maka pergaulannya terjaga. Pondok pesantren benteng pergaulan sangat kuat untuk anak keturunan kita,” ujar Habib Zakaria Bahasyim ini. Target kita menyekolahkan anak di pesantren, sambung Habib, tidak muluk-muluk. Minimal cukup buat mereka (kalau laki-laki), kalau nanti mereka berkeluarga bisa mendidik istri dan anak mereka.

“Syukur-syukur kalau mereka serius dalam belajar dan mengamalkan ilmunya, hingga berguna bagi orang banyak. Bisa mengajar di pesantren, buka majelis taklim, atau bahkan membangun pesantren,” kata Habib. Dan jangan lupa, kata Habib, harus teliti dalam memilih pesantren. Jangan sampai salah pilih.

“Jangan pilih pesantren yang di dalamnya mencela sahabat Nabi SAW, dalam hal ini Syiah. Dan jangan pula memilih pesantren yang menghalalkan darah muslim, sesamanya (radikal/ekstrem). Intinya, pilihlah pesantren-pesantren Ahlussunnah Waljamaah,” pungkas Habib.(abn)