Guru Bangil, Wali Mastur Yang Tawadhu

MARTAPURA – Seperti tahun-tahun sebelumnya, tidak lama lagi, masyarakat Kalimantan Selatan kembali akan berbondong-bondong menghadiri Haul ke 28 (Peringatan Wafatnya) KH Syarwani Abdan atau yang lebih dikenal dengan sebutan Guru Bangil, tepatnya pada 21 November 2017 atau 23 Safar 1438 Hijriah, di Bangil, Pasuruan Jawa Timur.

Untuk dapat menghadiri Haul Ulama Kharismatik asal Martapura tersebut, para pecinta wali Allah asal Kalimantan Selatan harus lebih awal melakukan pembelian tiket pesawat, hingga beberapa bulan sebelumnya.

Termasuk salah seorang tokoh ulama asal Martapura, Guru Muaz Hamid Pesayangan, dia harus membeli tiket pesawat 1 bulan sebelumnya, untuk bisa menghadiri acara Haul Guru Bangil.

Guru Syarwani Abdan Bangil merupakan tokoh ulama yang diberi julukan Mutiara dari Banjar. Gelar itu diberikan karena ketekunan dan kecerdasannya sangat menonjol, dan tidak perlu waktu lama beliau sudah dikenal di Kota Makkah, dan bahkan sempat diberikan kepercayaan untuk mengajar di Masjidil Haram. Tidak mengherankan, karena Guru Bangil juga merupakan salah satu murid ulama besar di Makkah, Sayyid Muhammad Amin Kutbi.

“Guru Bangil adalah seorang ulama mastur (wali yang tersembunyi), berbeda dengan murid beliau yaitu KH Zaini Abdul Ghani atau Guru Sekumpul yang menjadi ulama masyhur. Beliau pernah berjualan di toko dan sampai-sampai orang tidak mengira kalau beliau ini adalah seorang ulama besar,” tutur Guru Muaz Hamdi.

Setiap tahun, Haul Guru Bangil selalu dibanjiri jamaah dari berbagai penjuru, bahkan dari mancanegara. “Ini adalah karomah beliau, karena sesuatu yang menyalahi adat itu adalah karomah. Hati manusia kita tidak tahu yang menggerakkan, untuk tahun ini Guru Danau (Guru Asmuni) membawa 1.000 murid beliau dalam acara tersebut,” tutur Guru Muaz.

Beliau adalah ulama kelahiran Kalimantan Selata Desa Kampung Melayu Ilir, yang menuntut ilmu di Kota Makkah, sepulangnya dari menuntut ilmu di negara orang, Guru Bangil membuka majelis di rumah. Selain itu juga sempat mengajar di Madrasah Darussalam.

“Guru Syarwani Abdan adalah orang yang sangat tawadhu, sampai-sampai anak murid beliau tidak diizinkan untuk salaman dan mencium tangan beliau di masjid dan di tempat umum,” tutur Guru Muaz.

Guru Bangil juga sempat diminta untuk menjadi qadhi, namun Guru Bangil tidak mau. Dengan alasan dia lebih senang berkhidmat kepada umat tanpa harus terikat lembaga apapun.

Pada tahun 1943, Guru Bangil pergi ke Kota Bangil dan sempat mendirikan majelis ilmu di sana. Hingga tahun 1944, kemudian sempat menuntut ilmu dengan Syeikh Muhammad Mursidi Mesir. Setelah cukup lama di Kota Bangil, dia pulang ke Martapura. Kemudian pada tahun 1950, dia kembali ke Kota Bangil beserta dengan keluarganya.

Dan atas dorongan para ulama dizamannya, Guru Bangil dianjurkan untuk mendirikan pondok pesantren, maka tahun 1970, dia mendirikan sebuah pondok pesantren yang diberi nama Pondok Pesantren Datu Kelampayan di Bangil.

Nama ini dia pakai karena ingin mengambil berkah dari datunya yaitu Syeikh Muhamad Arsyad Al-Banjari. Dan kebanyakan murid pondok tersebut adalah dari tanah Banjar, karena itu pondok tersebut sering di sebut pondok Banjar.

Guru Bangil wafat pada malam Selasa pukul 20 : 00 wita, tanggal 11 September 1989, atau di usia 74 tahun. Guru Bangil dimakamkan di pemakaman keluarga habib bermarga Al-Haddad, yang berjarak tidak jauh dari rumah dan pondoknya.(sen)